Akhir-akhir ini, kita banyak
menemukan berbagai berita tentang kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT) di berbagai media masa.
Bahkan tidak jarang, kita menemukan KDRT di lingkungan kita.
Akan tetapi, hal apa yang bisa kita
lakukan? Apakah kita sudah memahami KDRT
itu sendiri sehingga dapat
menghindari atau meminimalisir kejadian?
Oleh karena itu, artikel berikut ini
akan membahas tentang istilah dan siklus KDRT. Selain itu,
artikel ini akan membahas
tentang karakter korban dan pelaku KDRT agar kita dapat
mencegah atau menghindari terjadinya
KDRT di sekeliling kita.
Kekerasan dalam rumah
tangga (disingkat KDRT) adalah tindakan yang
dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami, istri, maupun anak yang
berdampak buruk terhadap keutuhan fisik, psikis, dan keharmonisan hubungan
sesuai yang termaktub dalam pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
Lingkup
Kekerasan fisik
- Cedera berat
- Tidak mampu menjalankan tugas
sehari-hari
- Pingsan
- Luka berat pada tubuh korban
dan atau luka yang sulit disembuhkan atau yang menimbulkan bahaya mati
- Kehilangan salah satu panca
indera.
- Mendapat cacat.
- Menderita sakit lumpuh.
- Terganggunya daya pikir selama
4 minggu lebih
- Gugurnya atau matinya kandungan
seorang perempuan
- Kematian korban.
- Kekerasan Fisik Ringan, berupa menampar, menjambak, mendorong, dan
perbuatan lainnya yang mengakibatkan:
- Cedera ringan
- Rasa sakit dan luka fisik yang
tidak masuk dalam kategori berat
- Melakukan repitisi kekerasan
fisik ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan berat.
Kekerasan psikis
- Kekerasan Psikis Berat,
berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan
dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan dan isolasi sosial;
tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina; penguntitan;
kekerasan dan atau ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis; yang
masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis berat berupa salah
satu atau beberapa hal berikut:
- Gangguan tidur atau gangguan
makan atau ketergantungan obat atau disfungsi seksual yang salah satu atau
kesemuanya berat dan atau menahun.
- Gangguan stres pasca trauma.
- Gangguan fungsi tubuh berat
(seperti tiba-tiba lumpuh atau buta tanpa indikasi medis)
- Depresi berat atau destruksi diri
- Gangguan jiwa dalam bentuk
hilangnya kontak dengan realitas seperti skizofrenia dan atau bentuk
psikotik lainnya
- Bunuh diri
- Kekerasan Psikis Ringan,
berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan,
perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan, dan isolasi
sosial; tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina;
penguntitan; ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis;yang
masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan psikis ringan, berupa
salah satu atau beberapa hal di bawah ini:
- Ketakutan dan perasaan
terteror
- Rasa tidak berdaya,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak
- Gangguan tidur atau gangguan
makan atau disfungsi seksual
- Gangguan fungsi tubuh ringan
(misalnya, sakit kepala, gangguan pencernaan tanpa indikasi medis)
- Fobia atau depresi temporer
Kekerasan seksual
Kekerasan seksual berat, berupa:
- Pelecehan seksual dengan
kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ seksual, mencium secara
paksa, merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa muak/jijik,
terteror, terhina dan merasa dikendalikan.
- Pemaksaan hubungan seksual
tanpa persetujuan korban atau pada saat korban tidak menghendaki.
- Pemaksaan hubungan seksual
dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau menyakitkan.
- Pemaksaan hubungan seksual
dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan atau tujuan tertentu.
- Terjadinya hubungan seksual
dimana pelaku memanfaatkan posisi ketergantungan korban yang seharusnya
dilindungi.
- Tindakan seksual dengan
kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang menimbulkan sakit,
luka,atau cedera.
- Kekerasan Seksual Ringan,
berupa pelecehan seksual secara verbal seperti komentar verbal, gurauan
porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal, seperti
ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta
perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan
atau menghina korban.
- Melakukan repitisi kekerasan
seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan seksual berat.
- Kekerasan Ekonomi Berat, yakni
tindakan eksploitasi, manipulasi dan pengendalian lewat sarana ekonomi
berupa:
- Memaksa korban bekerja dengan
cara eksploitatif termasuk pelacuran.
- Melarang korban bekerja tetapi
menelantarkannya.
- Mengambil tanpa sepengetahuan
dan tanpa persetujuan korban, merampas dan atau memanipulasi harta benda
korban.
- Kekerasan Ekonomi Ringan,
berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang menjadikan korban tergantung
atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.
Penyebab KDRT
Penyebab
KDRT adalah:
- Laki-laki dan perempuan tidak
dalam posisi yang setara
- Masyarakat menganggap laki-laki
dengan menanamkan anggapan bahwa laki-laki harus kuat, berani serta tanpa
ampun
- KDRT dianggap bukan sebagai
permasalahan sosial, tetapi persoalan pribadi terhadap relasi suami istri
- Pemahaman keliru terhadap
ajaran agama, sehingga timbul anggapan bahwa laki-laki boleh menguasai
perempuan
Siklus kekerasan dalam KDRT
Relasi Personal sering disertai
dengan siklus kekerasan, dengan pola berulang. Siklus
kekerasan ini menyebabkan
korban terus mengembangkan harapan dan mempertahankan
rasa cinta atau kasihan,
membuatnya sulit keluar dari perangkap kekerasan.
Siklus kekerasan umumnya bergulir
sebagai berikut:
• Dimulai dengan individu tertarik
dan mengembangkan hubungan
• Individu dan pasangan mulai lebih
mengenal satu sama lain, “tampil asli” dengan
karakteristik dan
tuntutan masing-masing, muncul konflik dan ketegangan.
• Terjadi ledakan dalam bentuk
kekerasan
• Ketegangan mereda. Korban terkejut
dan memaknai apa yang terjadi. Pelaku bersikap
”baik” dan mungkin
meminta maaf.
• Korban merasa ”berdosa” (bila
tidak memaafkan), korban menyalahkan diri sendiri karena
merasa atau dianggap
menjadi pemicu kejadian, korban mengembangkan harapan akan
hubungan yang
lebih baik.
• Periode tenang tidak dapat
bertahan. Kembali muncul konflik dan ketegangan, disusul
ledakan kekerasan
lagi, demikian seterusnya.
• Korban “terperangkap”, merasa
bingung, takut, bersalah, tak berdaya, berharap pelaku
menepati janji
untuk tidak melakukan kekerasan lagi, dan demikian seterusnya.
• Bila tidak ada intervensi khusus
(internal, eksternal) siklus kekerasan dapat terus berputar
dengan perguliran makin
cepat, dan kekerasan makin intens.
• Sangat destruktif dan berdampak
merugikan secara psikologis (dan mungkin juga fisik).
Dampak psikologis pada korban
KDRT dapat menimbulkan dampak yang
serius pada korban dan orang terdekatnya
(misal: anak). Adanya dampak
fisik mungkin lebih tampak. Misal: luka, rasa sakit, kecacatan,
kehamilan, keguguran kandungan,
kematian. Apapun bentuk kekerasannya, selalu ada dampak
psikis dari KDRT. Dampak psikis
dapat dibedakan dalam ”dampak segera” setelah kejadian,
serta ”dampak jangka
menengah atau panjang” yang lebih menetap. Dampak segera, seperti
rasa takut dan terancam,
kebingungan, hilangnya rasa berdaya, ketidakmampuan berpikir,
konsentrasi, mimpi buruk,
kewaspadaan berlebihan. Mungkin pula terjadi gangguan makan
dan tidur.
Karakteristik korban KDRT
Seorang perempuan yang terpelajar
dan mandiri secara ekonomi, tetap dapat menjadi pribadi
yang tidak mudah mengambil
keputusan dalam menghadapi KDRT. Hal ini dapat terjadi karena:
1. Karakteristik individu (pasif,
cenderung kecil hati dan tidak mampu mengambil keputusan).
2. Peristiwa masa lalu yang membekas
dan menghalangi bersikap asertif (trauma masa lalu
yang
belum terselesaikan dengan baik dan berpengaruh terhadap cara berpikir,
merasa dan
bertindak saat
ini).
3. Keluarga berasal dari keluarga
konvensional dan menekankan keutuhan rumah tangga
sebagai hal
yang paling baik (ideologi gender yang kaku).
Karakteristik umum pelaku
Pelaku baik sadar atau tidak
memiliki peran gender yang kaku dan seolah-olah membenarkan
mereka untuk melakukan
kekerasan terhadap perempuan atau anak yang ada di bawah
lindungannya.
Meski demikian, ada pula
karakteristik psikologis yang berbeda, misalnya:
• Ada yang pada dasarnya
memang telah hidup dalam budaya kekerasan, melihat kekerasan
sebagai
cara menyelesaikan konflik dan mendapatkan hal yang diinginkan. Misal,
orang dengan
kepribadian
”preman”.
• Ada yang mungkin tampak
baik-baik saja di depan orang yang tidak mengenal secara dekat.
Ia terkesan sopan dan bersedia bekerja sama. Akan tetapi secara
khusus orang ini
berpandangan rendah tentang perempuan dan menuntut perempuan
untuk patuh, melayani,
mengikuti
hal yang diinginkan. Ia tersosialisasi untuk mengembangkan
dominasi yang besar
atas
perempuan. Sebagai kepala keluarga, ia juga menuntut anak untuk
patuh.
• Dekat dengan ciri di atas,
pelaku yang dibesarkan dalam lingkungan disiplin bernuansa
kekerasan di
masa kecil akan mengambil pola yang sama untuk keluarganya ketika dewasa.
Tanda-tanda potensi pelaku KDRT
sebelum menikah:
• Cenderung kasar pada semua
orang. Misal: pada teman, saat menyetir mobil, di tempat
umum, dan
keluarga sendiri. Ia mudah tersinggung dan marah, ketika marah bersikap
kasar.
• Dalam keluarganya, kita
melihat kebiasaan kekerasan, kurang peduli pada orang lain, mau
menang
sendiri, tidak mau berbagi. Ayah mungkin memberikan contoh kekerasan
dan
anak-anak menirunya.
• Ia mungkin egois dan selalu
memikirkan kepentingannya sendiri, enggan berbagi. Orang lain
yang harus
menjaga perasaan dan lebih banyak menyesuaikan diri.
• Ia tidak terlihat kasar saat
pergaulan sehari-hari, tetapi terkesan tidak dapat mengendalikan
diri saat
kecewa atau marah. Bila kecewa atau marah, ia dapat bersikap kasar,
bertingkah laku
membahayakan, dan
membuat orang merasa takut.
• Ia mudah curiga pada orang
lain, mudah menyalahkan, banyak berpikiran buruk, khususnya
perilaku
pasangan.
• Ia posesif dan tidak
memberikan ruang pribadi bagi kita.
• Ia cenderung meyakini
pembagian peran gender yang kaku, menempatkan laki-laki sebagai
penentu.
• Ia tidak menunjukkan
penyesalah setelah berbuat salah atau menyakiti orang lain. Ia malah
mempersalahkan orang lain atas kekasaran yang dilakukannya.
• Ia senang berjudi, minum dan
mabuk, terlibat penggunaan obat-obatan bahkan hingga
kecanduan.
Jika kita telah mengenali karakter
pelaku KDRT, maka akan lebih baik ketika kita dapat
melakukan tindakan pencegahan
sebelum terjadi sesuatu yang lebih serius.
Faktor
Pemicu KDRT
Kekerasan dalam rumah tangga dapat dipicu oleh
banyak faktor. Diantaranya ada faktor ekonomi, pendidikan yang rendah, cemburu
dan bisa juga disebabkan adanya salah satu orang tua dari kedua belah pihak,
yang ikut ambil andil dalam sebuah rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga
yang disebabkan faktor ekonomi, bisa digambarkan misalnya minimnya penghasilan
suami dalam mencukupi kebutuhan rumah tangga.
Terkadang ada seorang istri yang terlalu banyak
menuntut dalam hal untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, baik dari kebutuhan
sandang pangan maupun kebutuhan pendidikan. Dari situlah timbul pertengkaran
antara suami dan istri yang akhirnya menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga.
Kedua belah pihak tidak lagi bisa mengontrol emosi masing-masing. Seharusnya
seorang istri harus bisa memahami keuangan keluarga. Naik turunnya penghasilan
suami sangat mempengaruhi besar kecilnya pengeluaran yang dikeluarkan untuk
keluarga. Disamping pendapatan yang kecil sementara pengeluaran yang besar
seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang ada dalam
keluarga, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi pendapatan
yang minim. Cara itu bisa menghindari pertengkaran dan timbulnya KDRT di dalam
sebuah keluarga.
Dari faktor pendidikan, bisa disebabkan oleh tidak
adanya pengetahuan dari kedua belah pihak bagaimana cara mengimbangi dan
mengatasi sifat-sifat yang tidak cocok diantara keduanya. Mungkin di dalam
sebuah rumah tangga ada suami yang memiliki sifat arogan dan cenderung menang
sendiri, karena tidak adanya pengetahuan. Maka sang istri tidak tahu bagaimana
cara mengatasi sifat suami yang arogan itu sendiri. Sehingga, sulit untuk
menyatukan hal yang berbeda. Akhirnya tentulah kekerasan dalam rumah tangga.
Kalau di dalam rumah tangga terjadi KDRT, maka perempuan akan menjadi korban
yang utama. Seharusnya seorang suami dan istri harus banyak bertanya dan
belajar, seperti membaca buku yang memang isi bukunya itu bercerita tentang
bagaimana cara menerapkan sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah.
Di dalam sebuah rumah tangga butuh komunikasi yang
baik antara suami dan istri, agar tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan
harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan
kerukunan diantara kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya
kekerasan dalam rumah tangga. Seharusnya seorang suami dan istri bisa
mengimbangi kebutuhan psikis, di mana kebutuhan itu sangat mempengaruhi
keinginan kedua belah pihak yang bertentangan. Seorang suami atau istri harus
bisa saling menghargai pendapat pasangannya masing-masing.
Sepertti halnya dalam berpacaran. Untuk
mempertahankan sebuah hubungan, butuh rasa saling percaya, pengertian, saling
menghargai dan sebagainya. Begitu juga halnya dalam rumah tangga harus dilandasi
dengan rasa saling percaya. Jika sudah ada rasa saling percaya, maka mudah bagi
kita untuk melakukan aktivitas. Jika tidak ada rasa kepercayaan maka yang
timbul adalah sifat cemburu yang kadang berlebih dan rasa curiga yang kadang
juga berlebih-lebihan. Tidak sedikit seorang suami yang sifat seperti itu,
terkadang suami juga melarang istrinya untuk beraktivitas di luar rumah. Karena
mungkin takut istrinya diambil orang atau yang lainnya. jika sudah begitu
kegiatan seorang istri jadi terbatas. Kurang bergaul dan berbaur dengan orang
lain. Ini adalah dampak dari sikap seorang suami yang memiliki sifat cemburu
yang terlalu tinggi. Banyak contoh yang kita lihat dilingkungan kita, kajadian
seperti itu. Sifat rasa cemburu bisa menimbukan kekerasan dalam rumah tangga.
Kekerasan dalam rumah tangga juga bisa disebabkan
tidak adanya rasa cinta pada diri seorang suami kepada istrinya, karena mungkin
perkawinan mereka terjadi dengan adanya perjodohan diantara mereka tanpa
didasari dengan rasa cinta terlebih dahulu. Itu bisa membuat seorang suami
menyeleweng dari garis-garis menjadi seorang suami yang baik dan lebih
bertanggung-jawab. Suami sering bersikap kasar dan ringan tangan. Untuk
menghadapi situasi yang seperti ini, istri butuh kesabaran yang sangat amat besar.
Berusaha berbuat semanis mungkin agar suami bisa berubah dan bersikap manis
kepada istri.
Banyak faktor pemicu terjadinya Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT). Dan KDRT ini tidak hanya menyangkut suami menganiaya
istri, tapi ternyata bisa sebaliknya, istri menganiaya suami. Bisa juga ayah
menganiaya anak atau sebaliknya. Dari sejumlah kasus, persoalan ekonomi serta
perselingkuhan menjadi penyebab utama terjadinya kekerasan.
Juwariyah dari Divisi Pelayanan Hukum LBH APIK
mengatakan KDRT banyak penyebabnya. “Tapi catatan kami, selama 2010 dari 500 kasus
kekerasan dalam rumah tangga, masalah perselingkuhan yang paling banyak
dilaporkan,” kata Juwariyah kepada Pos Kota, Selasa (26/4). “Masalah ekonomi
ada di urutan berikutnya.”
Meski begitu, diakuinya beberapa wanita mencabut
laporannya karena memikirkan anak dan tak memiliki pekerjaan hingga hidupnya
tergantung pada suami. Penyebab lain, keributan dalam rumah tangga dianggap aib
hingga korban malu bila kasusnya sampai ke pengadilan.
Catatan Pos Kota, sejumlah kasus yang sampai ke
tangan polisi di antaranya yang menimpa Rn, 26, pada 23 Februari. Ia dipukuli
Mul yang menikahinya empat bulan sebelumnya. Penyebabnya, suami marah karena Rn
mendapati Mul menyimpan foto wanita lain, yang diduga sebagai wanita idaman
lain, dalam HP suami.
Kemarahan itu dilampiaskan dengan memukul wajahnya
di rumah kontrakan mereka di Ciputat. Korban melapor ke Polres Metro Jaksel
setelah visum di RSUP Pertamina.
Pada 23 Februari, YN harus berurusan dengan apatat
Polres Jakarta Pusat. Penyebabnya, wanita 39 tahun itu dianiaya BS, 43, suami,
di rumah mereka di Paseban. BS kesal lantaran istrinya itu menanyakan status
seorang wanita yang dalam akun facebook-nya yang mengaku sebagai istri BS.
Aksi sebaliknya dilakukan Ny. MM pada 21 Januari.
Di rumah kontrakannya di Serpong, Tangerang, wanita ini menampar Har, suami,
hingga gigi pria itu copot. Masalahnya, suami cemburu ketika MM bicara melalui
HP dengan seorang pria. Buntutnya, pasangan itu saling melaporkan ke Polres
Tangerang karena MM juga mengaku dianiaya Har.
Sedangkan RM, 35, memilih melaporkan TKF, suami
yang juga aparat Kelurahan Kalibaru, Jakut, ke Gubernur DKI Jakarta pada 25
Januari. Selain kesal karena suami berselingkuh, RM juga mengaku mengalami
KDRT.
Padahal, kasus perselingkuhan pada seorang pegawai
negeri sipil seperti TKF ancamannya tak ringan. Pelanggar terancam dipecat
sesuai PP Nomor 53 Tahun 2010.
Namun yang paling terbaru adalah yang terjadi di
Ciputat, Senin (25/4) malam di mana Yudin , 59, dibakar oleh anaknya karena
kawin lagi. Sa, 21, tidak tega melihat ibunya diberlakukan seperti itu sehingga
ayahnya yang saat itu asyik nonton sinetron disiram pakai bensin lalu disundut
api. Tubuh juragan kos ini terbakar hingga 60 persen dan dilarikan ke RS
Fatmawati. Sedangkan Sa sendiri harus meringkuk di tahanan polisi
Maka dari itu, di dalam sebuah rumah tangga kedua
belah pihak harus sama-sama menjaga dan saling menyayangi agar tidak terjadi
konflik yang bisa menimbulkan kekerasan. Tidak hanya satu pihak yang bisa
memicu konflik di dalam rumah tangga, bisa suami maupun istri. Sebelum kita
melihat kesalahan orang lain, marilah kita berkaca pada diri kita sendiri.
Sebenarnya apa yang terjadi pada diri kita, sehingga menimbulkan perubahan
sifat yang terjadi pada pasangan kita masing-masing.
Sumber :