Blue Spinning Frozen Snowflake

Selasa, 26 April 2016

Kasus Hak Paten Mesin Motor Bajaj Ditolak di Indonesia

Paten adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada penemu atas hasil temuannya di bidang teknologi untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut untuk memberikan persetujuannya kepada orang lain untuk melakukannya(UU No. 6 tahun 1989)1 . Pemegang hak paten adalah seorang inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima hak tersebut dan terdaftar dalam Daftar Hak Paten. Hak paten diatur dalam Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 2001 tentang Paten (selanjutnya disebut UU Paten). Saat ini, banyak kasus pelanggaran paten khususnya di bidang industri. Hal tersebut disebabkan karena banyak sekali produk-produk yang beredar bebas dan sudah dikenal oleh masyarakat, sehingga ada upaya peniruan oleh pihak lain untuk memperoleh posisi pasar yang sama dengan produk aslinya, dan tentu untuk memperoleh hasil penjualan yang baik atas produknya.
Mengenai subjek paten pasal 10 UU paten No. 14 tahun 2001 menyebutkan sebagai berikut:
Yang berhak memperoleh paten adalah inventor atau yang menerima lebih lanjut hak inventor yang bersangkutan.
Jika suatu invensi dihasilkan oleh beberapa orang secara bersama-sama, hak atau invensi tersebut dimiliki secara bersama-sama oleh para inventor yang bersangkutan.
Dalam pasal 11 UU No. 14 tahun 2001 disebutkan; “Kecuali terbukti lain, yang dianggap sebagai inventor adalah seseorang atau beberapa orang yang untuk pertama kali dinyatakan sebagi inventor dalam permohonan.
 Contoh Kasus
Motor Bajaj melintasi jalanan Jakarta. Iklannya pun wara- wiri di berbagai media. Namun siapa sangka, hak paten teknologi mesin motor kebanggaan masyarakat India ini menjadi masalah di Indonesia.
Bajaj Auto Limited sebagai produsen motor Bajaj menggugat Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM). Sebab, permohonan paten untuk sistem mesin pembakaran dalam dengan prinsip empat langkah ditolak dengan alasan sudah dipatenkan terlebih dahulu oleh Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha.
Kasus tersebut bermula ketika Ditjen Haki menolak permohonan pendaftaran paten Bajaj pada 30 Desember 2009 dengan alasan ketidakbaruan dan tidak mengandung langkah inventif. Atas penolakan tersebut, Bajaj Auto mengajukan banding ke Komisi Banding Paten. Namun Komisi Banding dalam putusannya pada 27 Desember 2010 sependapat dengan Direktorat Paten sehingga kembali menolak pendaftaran paten tersebut.
Ditjen HAKI punya catatan tersendiri sehingga menolak permohonan paten ini yaitu, sistem ini telah dipatenkan di Amerika Serikat atas nama Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha dengan penemu Minoru Matsuda pada 1985. Lantas oleh Honda didaftarkan di Indonesia pada 28 April 2006. Namun dalih ini dimentahkan oleh Bajaj.
Bajaj merupakan perusahaan yang berdiri sejak 1926. Perusahaan ini bergerak di berbagai sektor industri seperti kendaraan roda dua, kendaraan roda tiga dengan berbasis pada ilmu pengetahuan yang telah beroperasi dilebih dari 50 negara antara lain Amerika Latin dan Afrika.

Saran
            Menurut saya berdasarkan  kasus diatas bahwa Pihak Bajaj Auto Limited sebagai produsen motor Bajaj dari negara india yang sudah berdiri sejak tahun 1926, terlambat mematenkan hasil karya motor bajaj ke ditjen HAKI. Sehingga penemu lainnya mematenkan terlebih dahulu atas nama Honda Giken Kogya Kabushiki Kaisha dengan penemu Minoru Matsuda pada 1985. Jadi, dari permasalahan yang terjadi bahwa terdapat perihal pihak mana yang terlebih dahulu mematenkan penemuannya, sehingga siapapun pihak yang pertama kali mendaftarkan di Ditjen HAKI adalah pihak yang memiliki kekuatan hak paten yang sah dan tak bisa diganggu gugat. Hal tersebut juga sebaiknya dapat menjadi pelajaran berharga untuk produsen bajai negara India agar terlebih dahulu mematenkan produk tersebut dan tidak diambil produk patennya oleh perusahaan lain.

Sumber :
https://ratuhermikusumah.wordpress.com/2015/04/19/contoh-kasus-hak-paten/

Kasus Hak Paten Sengketa Atas Merek Lotto

Sebagaimana negara-negara yang berdasarkan pada hukum, Indonesia sebagai salah satunya juga memiliki undang-undang perlindungan HAKI (Harta Atas Kekayaan Intelektual) yang mencakup UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek dan UU No.6 tahun 1989 tentang hak paten. Dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 disebutkan bahwa Merek adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Paten adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada penemu atas hasil temuannya di bidang teknologi untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut untuk memberikan persetujuannya kepada orang lain untuk melakukannya(UU No. 6 tahun 1989)1 . Pemegang hak paten adalah seorang inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima hak tersebut dan terdaftar dalam Daftar Hak Paten. Hukum tentang Merek ini sekiranya cukup untuk melindungi merek suatu produk atau jasa dari pihak-pihak yang beritikad tidak baik.
Namun dalam praktiknya hukum yang mengatur tentang merek dan hak paten ini tak lepas dari persengketaan. Salah satunya adalah Sengketa Merek “LOTTO” oleh perusahaan Singapura dan pengusaha Indonesia yang akan dijabarkan dalam kasus ini.
Sengketa merk dan hak paten  antara Newk Plus Four Far East (PTE) Ltd yang dimana adalah pemakai pertama merek “LOTTO” untuk barang-barang seperti pakaian jadi, kemeja, baju kaos, jaket, celana panjang, rok span, tas, koper, dompet, ikat pinggang, sepatu, sepatu olah raga, baju olah raga, kaos kaki olah raga, raket, bola jaring (net), sandal, selop, dan topi, dengan Hadi Darsono seorang pengusaha dari Indonesia yang produk handuk dan sapu tangannya yang juga menggunakan nama “LOTTO” sebagai merek. Merasa dirugikan akibat kesamaan merek perusahaan LOTTO Singapura pun membawa masalah persengketaan ini ke Pengadilan Negeri.

Hukum Paten
Mengenai subjek paten pasal 10 UU paten No. 14 tahun 2001 menyebutkan sebagai berikut:
Yang berhak memperoleh paten adalah inventor atau yang menerima lebih lanjut hak inventor yang bersangkutan.
Jika suatu invensi dihasilkan oleh beberapa orang secara bersama-sama, hak atau invensi tersebut dimiliki secara bersama-sama oleh para inventor yang bersangkutan.
Dalam pasal 11 UU No. 14 tahun 2001 disebutkan; “Kecuali terbukti lain, yang dianggap sebagai inventor adalah seseorang atau beberapa orang yang untuk pertama kali dinyatakan sebagi inventor dalam permohonan.

 Hukum Merek
Undang-undang No. 21 Tahun 1961 Tentang Merek
Undang-undang No. 19 Tahun 1992 Tentang Merek
Undang-undang No. 14 Tahun 1997 Tentang Merek
Undang-undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek

Dalam UU No. 21 Tahun 1961 Pasal 2 :
(1) Hak khusus untuk memakai suatu merek guna memperbedakan barang-barang hasil perusahaan atau barang-barang peniagaan seseorang atau sesuatu badan dari barang-barang orang lain atau badan lain diberikan kepada barangsiapa yang untuk pertama kali memakai merek itu untuk keperluan tersebut di atas di Indonesia. Hak khusus untuk memakai merek itu berlaku hanya untuk barang-barang yang sejenis dengan barang-barang yang dibubuhi merek itu dan berlaku hingga tiga tahun setelah pemakaian terakhir merek itu.
(2) Kecuali jika ada bukti tentang hal sebaliknya, maka barangsiapa yang untuk pertama kali mengajukan permohonan pendaftaran suatu merek menurut ketentuan-ketentuan dalam pasal 4 dan 5, dianggap sebagai pemakai pertama dari merek tersebut. Jika dalam waktu 6 bulan setelah pendaftaran tersebut diatas atau setelah pendaftaran termaksud dalam ayat 3, merek itu tidak dipakai oleh pemohon di Indonesia, maka anggapan tersebut di atas atau anggapan termaksud dalam ayat 3, tidak berlaku lagi.

Dalam UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek yang berlaku pada saat ini, dijelaskan mengenai Merek yang tidak dapat didaftar dan harus ditolak, yakni:
Pasal 5
Merek tidak dapat didaftar apabila Merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini:
a. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;
b. tidak memiliki daya pembeda;
c. telah menjadi milik umum; atau
d. merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.

Pasal 6
(1) Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut:
a. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
b. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
c. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal

Syarat dan Tata cara Permohonan Pendaftaran Merek menurut Undang – Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek terdapat pada pasal 7 yaitu :
1) Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal dengan mencantumkan :
a. Tanggal, bulan, dan tahun;
b. Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon;
c. Nama lengkap dan alamat Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa;
d. Warna – warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur – unsur warna;
e. Nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.
2) Permohonan ditandatangani Pemohon atau Kuasanya.
3) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara bersama, atau badan hukum.
4) Permohonan dilampiri dengan bukti pembayaran biaya.
5) Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang secara bersama – sama berhak atas Merek tersebut, semua nama Pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka.
6) Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu dari Pemohon yang berhak atas Merek tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para Pemohon yang mewakilkan.
7) Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan melalui Kuasanya, surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas Merek tersebut.
8) Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual.
9) Ketentuan mengenai syarat – syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak kekayaan Intelektual diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur dengan Keputusan Presiden.

Di dalam kasus “LOTTO” ini, “LOTTO” Singapura mempunyai bukti, bahwa mereka mempunyai nomor pendaftaran merek dari Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman ( bagian merek ) dengan pendaftaran No. 137430, dan bukti tersebut diajukan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Yang dimana telah terjadi kelalaian yang dilakukan oleh Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman ( bagian merek ) yaitu dengan memberikan nomor pendaftaran juga kepada “LOTTO” Indonesia.
Setelah pengajuan perkara “LOTTO” Singapura ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan alasan bukti kasus tersebut tidak kuat, akhirnya “LOTTO” Singapura mengajukan permohonan kasus kepada Mahkamah Agung. Tidak hanya menuntut “LOTTO” milik Hadi Darsono ( Tergugat I ), mereka juga menuntut Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman bagian merek ( Tergugat II ) karena telah lalai memberikan nomor pendaftaran merek kepada perusahaan yang namanya sama tetapi berbeda usaha barangnya setelah perusahaan pertama mendaftarkan mereknya kepada Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman.
Terdaftarnya suatu merek dagang pada Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman dapat dibatalkan oleh Hakim bilamana merek ini mempunyai persamaan baik dalam tulisan ucapan kata, maupun suara dengan merek dagang yang lain yang sudah terlebih dulu dipakai dan didaftarkan, walaupun kedua barang tersebut tergolong tidak sejenis terutama bila hal tersebut berkaitan dengan merek dagang yang sudah terkenal didunia internasional.
Mahkamah Agung konsisten pada putusannya dalam perkara merek terkenal Seven Up - LANVIN - DUNHILL: MA-RI No. 689 K/SIP/1983 dan MA-RI No. 370 K/SIP/1983, yang isinya sebagai berikut: Suatu pendaftaran merek dapat dibatalkan karena mempunyai persamaan dalam keseluruhan dengan suatu merek yang terdahulu dipakai atau didaftarkan, walaupun untuk barang yang tidak sejenis, terutama jika menyangkut merek dagang terkenal. Pengadilan tidak seharusnya melindungi itikad buruk Tergugat I. Tindakan Tergugat I, tidak saja melanggar hak Penggugat tetapi juga melanggar ketertiban umum di bidang perdagangan serta kepentingan khalayak ramai.
Setelah memeriksa perkara ini Mahkamah Agung dalam putusannya berpendirian bahwa judex facti salah menerapkan hukum, Pengadilan Negeri mengesampingkan kenyataan bahwa Penggugat adalah pemakai pertama dari merek LOTTO di Indonesia. Ini merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan perlindungan hukum menurut UU Merek No. 21 tahun 1961. Sementara itu, Tergugat I tidak dapat mengajukan bukti-bukti yang sah dengan tidak dapat membuktikan keaslian bukti-bukti yang diajukannya.
Sehingga putusannya harus dibatalkan selanjutnya, Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini. Pendirian Mahkamah Agung tersebut di dasari oleh alasan juridis yang intinya sebagai berikut
- Newk Plus Four Far East Ltd, Singapore telah mendaftarkan merek LOTTO di Direktorat Paten & Merek Departemen Kehakiman RI tanggal 29/6/1976 dan 4-3-1985.
- Merek “LOTTO” secara umum telah terkenal di kalangan masyarakat sebagai merek dagang dari luar negeri. Merek tersebut mempunyai ciri umum untuk melengkapi seseorang yang berpakaian biasa atau berkaitan olah raga beserta perlengkapannya.
- Merek “LOTTO”, yang didaftarkan Tergugat I adalah jenis barang handuk dan saputangan, pada 6 Oktober 1984.
- Mahkamah Agung berpendapat, walaupun barang yang didaftarkan Tergugat I berbeda dengan yang didaftarkan Penggugat, tetapi jenis barang yang didaftarkan Tergugat I tergolong perlengkapan berpakaian seseorang. Dengan mendaftarkan dua barang yang termasuk dalam kelompok barang sejenis i.c kelengkapan berpakaian seseorang dengan merek yang sama, dengan kelompok barang yang telah didaftarkan lebih dahulu, Mahkamah Agung menyimpulkan Tergugat I ingin dengan mudah mendapatkan keuntungan dengan cara menumpang keterkenalan satu merek yang telah ada dan beredar di masyarakat. Hal ini berarti Tergugat I dalam prilaku perdagangannya yaitu menggunakan merek perniagaan yang telah ada merupakan perbuatan yang bersifat tidak jujur, tidak patut atau tidak mempunyai itikad baik.

Dengan pertimbangan tersebut di atas, akhirnya Mahkamah Agung memberikan putusan yang amarnya sebagai berikut:
- Mengadili:
- Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
- Mengadili Sendiri:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
2. Menyatakan Penggugat sebagai pemakai pertama di Indonesia atas merek dagang “LOTTO” dan oleh karena itu, mempunyai hak tunggal/khusus untuk memakai merek tersebut di Indonesia.
3. Menyatakan bahwa merek “LOTTO” milik Tergugat I yaitu yang didaftarkan pada Tergugat II dengan nomor registrasi 87824 adalah sama dengan merek Penggugat baik dalam tulisan, ucapan kata, maupun suara, dan oleh karena itu dapat membingungkan, meragukan serta memperdaya khalayak ramai tentang asal-usul dan kualitas barang.
4. Menyatakan pendaftaran merek dengan registrasi 187824 dalam daftar umum atas nama Tergugat I batal, dengan segala akibat hukumnya.
5. Memerintahkan Tergugat II untuk mentaati putusan ini dengan membatalkan pendaftaran merek dengan nomor registrasi 197824 dalam daftar umum.
Kesimpulan dan saran
Jadi terdapat kekeliruan dari Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman bagian merek karena telah memberikan nomor registrasi kepada Hadi Darsono untuk menggunakan merek “LOTTO” yang sebenarnya telah terdaftar di Indonesia pada tahun tanggal 29/6/1976 dan 4-3-1985. Menurut data yang kami dapatkan, hal ini dikarenakan oleh Direktorat Paten dan Hak Cipta Departmen Kehakiman kurang teliti dalam mengecek akan merek “LOTTO” tersebut.
Gugatan yang diajukan oleh Singapura kepada Mahkamah Agung mendapatkan keputusan yang terbaik untuk Singapura, karena dalam kasus ini Singapura memberikan bukti – bukti yang jelas kepada Mahkamah Agung dengan menunjukkan surat – surat , dan bukti pembayaran yang telah Ia dapatkan dari Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman bagian merek pada tahun 1976 dan 1985. Sementara Hadi Darsono didapati mempunyai maksud yang tidak baik, dengan mendaftarkan “LOTTO” kepada Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman bagian merek, Hadi Darsono ingin dengan mudah mendapatkan keuntungan dengan cara menumpang keterkenalan satu merek yang telah ada dan beredar di masyarakat. Hal ini berarti Hadi Darsono selaku Tergugat 1 dalam prilaku perdagangannya yaitu menggunakan merek perniagaan yang telah ada merupakan perbuatan yang bersifat tidak jujur, tidak patut atau tidak mempunyai itikad baik.
Untuk kedepannya diharapkan Pengadilan Negeri hendaknya bersikap lebih bijak dalam menentukan keputusan hukuman, dan hendaknya ditelaah lebih dalam lagi sebelum memutuskan bahwa Hadi Dasono tidak bersalah. Karena Pengadilan Negeri tidak melihat alasan yang tidak baik dari Hadi Darsono yaitu untu mengambil keuntungan yang dapat ia peroleh dari penjualan produk – produk “LOTTO” dengan menjual ketenaran nama “LOTTO” tersebut.
Bagian Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman (bagian merek) hendaknya lebih teliti dalam mengecek data – data merek yang mereka miliki agar tidak mengalami kesalahan yang sama lagi. Karena jika hal ini terus menerus terjadi akan menggangu ketertiban perdagangan yang berada di Indonesia. Dan akan semakin banyak orang Indonesia yang melakukan kecurangan sama seperti Hadi Darsono.

Sumber : 
http://mychocochips.blogspot.co.id/2012/04/contoh-kasus-hukum-perdagangan.html
http://fitriningsih5.blogspot.co.id/2015/06/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html