Blue Spinning Frozen Snowflake

Sabtu, 25 November 2017

TUGAS ETIKA PROFESI

HAK CIPTA LOGO AYAM JAGO DI MANGKOK

PT Lucky Indah Keramik, pemilik merek lukisan ayam jago mengaku mengalami kerugian setelah terjadi plagiasi terhadap logo milik perusahaan itu."Kami mengalami kerugian atas hal itu (plagiasi). Meski demikian, besaran kerugian tersebut sulit didefinisikan secara kuantitatif," ujar Kuasa Hukum PT Lucky Indah Keramik, Paulus S Wijaya kepada Kompas.com, Rabu (6/9/2017). Paulus mengatakan, akibat tindakan plagiasi tersebut kliennya membuat pengumuman di harian Kompas untuk menegaskan kepada masyarakat bahwa logo berupa lukisan ayam jago tersebut memiliki hak cipta.
"Kami membuat pengumuman di harian Kompas dan menyertakan nama dua perusahaan yang telah mengaku melakukan tindak plagiasi terhadap merek kami," kata dia. Dikutip dari harian Kompas edisi Senin, 4 September 2017, disebutkan dua perusahaan bernama PT Semesta Keramik Raya dan PT Sri Intan Toki Industri telah berjanji tidak lagi memproduksi barang dengan bentuk dan logo yang sama seperti yang diproduksi PT Lucky Indah Keramik.
"Kami selesaikan masalah plagiasi ini secara kekeluargaan. Tidak kami lanjutkan proses hukumnya karena dua perusahaan tersebut telah menunjukkan itikad baik," sebutnya. Paulus menambahkan, dengan pengumuman tersebut diharapkan masyarakat mengerti bahwa logo lukisan ayam jago tersebut merupakan hak milik PT Lucky Indah Keramik. "Kami juga dapat memastikan, perusahaan kami adalah produsen peralatan makan pertama di Indonesia dengan logo yang masih orisinil," dia menegaskan.
Dalam pengumuman yang berjudul "Peringatan Merek Lukisan Ayam Jago" itu, PT Lucky Indah Keramik menyatakan, perusahan itu merupakan satu-satunya pememegang merek lukisan ayam jago berdasarkan Sertifikat Perdaftaran Merek nomor IDM00366635 dalam kelas 21. Kelas 21 itu meliputi barang-barang pecah belah seperti piring, mangkok, baki, tatakan cangkir, tea set, dinner set, poci, cangkir, gelas, tutup cangkir, dan vas bunga.
Dalam pengumuman yang sama, PT Lucky Indah Keramik memberi peringatan kepada produsen, importir, distributor, agen ataupun pengecer untuk tidak membeli, mengimpor, menyimpan apalagi memperdagangkan barang-barang seperti yang disebutkan di atas dengan memakai lukisan Cap Ayam Jago, baik itu sama pada keseluruhan maupun memiliki kesamaan pada pokoknya.
"Meski demikian saat ini yang kami sasar utamanya adalah produsennya. Kalau pembeli yang menggunakan barang hasil plagiasi itu ya biarkan saja, misal sudah dipakai ibu-ibu di dapur atau tukang bakso. Yang penting produksinya dihentikan," tutupnya. PT Lucky Indah Keramik pun mencantumkan sejumlah sanksi jika terdapat perusahaan yang dengan sengaja melakukan plagiasi. Sanksi tersebut seperti yang tercantum dalam Pasal 100 ayat 1 Undang-undang Nomor 20/2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, siapa pun yang melakukan plagiasi dapat dikenai sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun atau sanksi denda paling banyak Rp 2 miliar.
Pertama, kami perlu sampaikan bahwa untuk logo, bukan didaftarkan dengan paten. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Untuk logo yang Anda buat didaftarkan dengan hak cipta, sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (“UU Hak Cipta”), yang berbunyi sebagai berikut:
Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
a.    buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
b.    ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
c.    alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d.    lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e.    drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f.     seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
g.    arsitektur;
h.    peta;
i.     seni batik;
j.     fotografi;
k.    sinematografi;
l.     terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudkan.
Selanjutnya, karena logo ini diciptakan berdasarkan pesanan dari klien Anda kepada biro tempat Anda bekerja, hal pertama yang Anda harus lakukan adalah melihat perjanjian antara biro tempat kerja Anda dan klien Anda. Apakah dalam perjanjian tersebut diatur mengenai siapa yang akan menjadi pencipta dan pemegang hak cipta?
Kemudian, Anda harus juga melihat perjanjian kerja antara Anda dan biro tempat Anda bekerja, apakah diperjanjikan mengenai siapakah yang akan menjadi pemegang hak cipta atas karya Anda?
Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) UU Hak Cipta, jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai pencipta dan pemegang hak cipta kecuali jika diperjanjikan lain. 
Dalam hal ini, Anda membuat karya Anda atas dasar hubungan kerja dengan biro tempat Anda bekerja dan berdasarkan pesanan klien Anda kepada biro tempat Anda bekerja. Apabila dalam perjanjian kerja Anda dengan biro tempat Anda bekerja diperjanjikan bahwa hak cipta atas karya Anda dipegang oleh biro tempat Anda bekerja, maka yang punya hak cipta atas karya tersebut adalah biro tempat Anda bekerja. Apabila tidak diperjanjikan, maka Anda yang punya hak cipta atas karya cipta Anda (logo tersebut).
 
Selanjutnya, Anda harus melihat perjanjian pesanan antara biro tempat Anda bekerja dengan klien Anda. Jika tidak diperjanjikan siapa yang menjadi pemegang hak cipta, maka yang memegang hak cipta adalah Anda atau biro tempat Anda bekerja (sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian kerja). Jika dalam perjanjian pesanan diperjanjikan bahwa klien Anda yang akan memegang hak cipta, maka yang menjadi pemegang hak cipta adalah klien Anda.
Dalam hal tidak diperjanjikan siapa yang memegang hak cipta dalam perjanjian pesanan, maka sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UU Hak Cipta, Anda atau biro tempat Anda bekerja adalah pemegang hak cipta atas logo tersebut (sesuai kesepakatan dalam perjanjian kerja). Sehingga jika klien Anda mendaftarkan logo tersebut atas namanya, Anda atau biro tempat Anda bekerja mempunyai hak untuk meminta pembatalan pendaftaran logo tersebut oleh klien Anda (Pasal 42 jo Pasal 2 UU Hak Cipta).
Pasal 42 UU Hak Cipta
Dalam hal Ciptaan didaftar menurut Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 39, pihak lain yang menurut Pasal 2 berhak atas Hak Cipta dapat mengajukan gugatan pembatalan melalui Pengadilan Niaga.
Pasal 2UU Hak Cipta
(1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.
Jika dalam perjanjian pesanan diperjanjikan bahwa yang memegang hak cipta adalah klien Anda, maka baik Anda maupun biro tempat Anda bekerja tidak mempunyai hak untuk meminta pembatalan pedaftaran hak cipta atas logo tersebut. Pencatatan Ciptaan dan Produk Hak Terkait (E-HakCipta) akan diproses pada hari dan jam kerja. E-HakCipta hanya dapat diakses dan digunakan oleh:
Kementerian dan Lembaga;
Pemerintah Daerah;
Lembaga Pendidikan;
Lembaga Penelitian dan Pengembangan;
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM;
Sentra Hak Kekayaan Intelektual;
Konsultan Hak Kekayaan Intelektual;
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah; dan
Institusi lain.
Permohonan pendaftaran HKI dapat dilakukan dengan memilih salah satu cara berikut ini:
Langsung ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual;
Melalui Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI di seluruh Indonesia;
Melalui Kuasa Hukum Konsultan HKI terdaftar.

Sabtu, 04 November 2017

Tugas Etika Profesi

ANALISIS PELAKSANAAN STANDAR MUTU PELAYANAN DI BANK NEGARA INDONESIA KANTOR CABANG UTAMA MAKASSAR

Mutu merupakan hal yang sangat penting dalam segala aspek. Mutu sering dikaitkan dengan apa yang diharapkan nasabah, karena setiap orang pasti menginginkan barang dan jasa bermutu yang bisa mereka dapatkan. Pelanggan menjadi suatu tolakukur apakah produk dan pelayanan yang diberikan sudah bermutu atau belum. Oleh karena begitu pentingnya mutu, maka manajemen suatu perusahaan berusaha untuk menetapkan mutu apa yang diharapkan oleh nasabah, ISO 9001 adalah suatu standar internasional untuk Sstem Manajemen Kualitas. 9001 ISO menerapkan persyaratan-persyaratan dan rekomendasi untuk desain dan penilaian dari suatu system manajemen kualitas, yang bertujuan untuk menjamin bahwa organisasni akan memberi produk (barang, jasa) yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. PT Bank Negara Indonesia (BNI) adalah bank pertama yang didirikan dan dimilikioleh pemerintah RI, yaitu padatahun 1946. BNI juga merupakan bank BUMN pertama di Indonesia yang go public pada tahun 1996. BNI menyediakan layanan perbankan bagi segmen pasar korporasi, komersial dan consumer. Maka unit analisis pada penelitian kali ini yakni mengenai Pelaksanaan Standar Mutu PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk. Kantor Cabang Utama Makassar. Tiga penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian iniadalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data adalah wawancara, observasi dan dokumen yang terkait dengan penelitian. Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa standar mutu pelayanan di Bank Negara Indonesia ialah cukupmemuaskan nasabah. Hal ini berdasarkan persyaratan ISO 9001:2008 telah dilaksanakan dengan baik oleh Bank Negara Indonesia.

Minggu, 05 Juni 2016

Kasus Hak Merek Motor Tossa Krisma dengan Honda Karisma

Merk Merupakan suatu tanda yang berupa gambar atau huruf yang berada dalam suatu produk, terdiri dari warna-warna yang beraneka ragam dengan tujuan agar dapat menarik perhatian konsumen dan meraih keuntungan maksimal. Merek tersebut digunakan di pasaran dalam sistem perdagangan baik berupa barang maupun jasa.
Fungsi dari merek dapat dikatakan sebagai pemberitahu dan pembanding produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan atau seseorang dengan produk dari perusahaan lain atau orang lain. Dapat dikatakan pula fungsi dari merek adalah sebagai jaminan mutu produk tersebut terutama dari segi kualitasnya. Oleh karena itu agar kepemilikan dan merek tersebut diakui oleh konsumen, maka dibutuhkan suatu hak merek agar tidak mudah di salah gunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, seperti menduplikasi merek tersebut dengan merubah beberapa kata dari merek tersebut tetapi jenis produk sama ataupun sebaliknya.
Kasus merek di Indonesia banyak terjadi baik bidang industri. Kasus-kasus tersebut bahkan ada yang menuai kontroversi dan ada yang masih saat ini tetap beredar di pasaran. Penulisan ini saya akan membahas salah satu contoh kasus merek yang beredar di pasaran, beserta analisis dan contoh-contoh lainnya.
1. Kasus sengketa sepeda motor Tossa Krisma dengan Honda Karisma
Kasus ini berawal dari kesalahan penemu merek. Dilihat dengan seksama antara Krisma dan Karisma memiliki penyebutan kata yang sama. Tossa Krisma diproduksi oleh PT.Tossa Sakti, sedangkan Honda Karisma diproduksi oleh PT.Astra Honda Motor. PT.Tossa Sakti tidak dapat dibandingkan dengan PT.Astra Honda Motor (AHM), karena PT.AHM perusahaan yang mampu memproduksi 1.000.000 unit sepeda motor per tahun. Sedangkan PT.Tossa Sakti pada motor Tossa Krisma tidak banyak konsumen yang mengetahuinya, tetapi perusahaan tersebut berproduksi di kota-kota Jawa Tengah, dan hanya beberapa unit di Jakarta.
Permasalahan kasus ini tidak ada hubungan dengan pemroduksian, tetapi masalah penggunaan nama Karisma oleh PT.AHM. Sang pemilik merek dagang Krisma (Gunawan Chandra), mengajukan gugatan kepada PT.AHM atas merek tersebut ke jalur hukum. Menurut beliau, PT.AHM telah menggunakan merek tersebut dan tidak sesuai dengan yang terdaftar di Direktorat Merek Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM. Bahkan PT.AHM diduga telah menggunakan merek tidak sesuai prosedur, karena aslinya huru Karisma di desain dengan huruf balok dan berwarna hitam putih, sedangkan PT.AHM memproduksi motor tersebut dengan tulisan huruf sambung dengan desain huruf berwana.
Akhirnya permohonan Gunawan Chandra dikabulkan oleh hakim Pengadilan Niaga Negeri.
Namun, PT.AHM tidak menerima keputusan dari hakim pengadilan, bahkan mengajukan keberatan melalui kasasi ke Mahkamah Agung. PT.AHM menuturkan bahwa sebelumnya Gunawan Chandra merupakan pihak ketiga atas merek tersebut. Bahkan, beliau menjiplak nama Krisma dari PT.AHM (Karisma) untuk sepeda motornya. Setelah mendapat teguran, beliau membuat surat pernyataan yang berisikan permintaan maaf dan pencabutan merek Krisma untuk tidak digunakan kembali, namun kenyataannya sampai saat ini beliau menggunakan merek tersebut.
Hasil dari persidangan tersebut, pihak PT.Tossa Sakti (Gunawan Chandra) memenangkan kasus ini, sedangkan pihak PT.AHM merasa kecewa karena pihak pengadilan tidak mempertimbangkan atas tuturan yang disampaikan. Ternyata dibalik kasus ini terdapat ketidakadilan bagi PT.AHM, yaitu masalah desain huruf pada Honda Karisma bahwa pencipta dari desain dan seni lukis huruf tersebut tidak dilindungi hukum.
Dari kasus tersebut, PT.AHM dikenakan pasal 61 dan 63 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang merek sebagai sarana penyelundupan hukum. Sengketa terhadap merek ini terjadi dari tahun 2005 dan berakhir pada tahun 2011, hal ini menyebabkan penurunan penjualan Honda Karisma dan pengaruh psikologis terhadap konsumen. Kini, PT.AHM telah mencabut merek Karisma tersebut dan menggantikan dengan desain baru yaitu Honda Supra X dengan bentuk hampir serupa dengan Honda Karisma.

Sumber :

Kasus Hak Merk Tupperware VS Tulipware Bandung

DART INDUSTRIES INC., Amerika Serikat adalah perusahaan yang memproduksi berbagai jenis alat-alat rumah tangga, di antaranya yaitu ember, panci, toples dan botol, sisir-sisir dan bunga-bunga karang, sikat-sikat, perkakas-perkakas kecil dan wadah-wadah kecil yang dapat dibawa untuk rumah tangga dan dapur dari plastik untuk menyiapkan, menyajikan dan menyimpan bahan makanan, gelas-gelas minum, tempayan, tempat menyimpan bumbu, wadah-wadah untuk lemari es dan tutup daripadanya, wadah-wadah untuk roti dan biji-bijian dan tutup daripadanya, piring-piring dan tempat untuk menyajikan makanan, cangkir-cangkir, priring-piring buah-buahan dan
tempat-tempat tanaman untuk tanaman rumah dan main-mainan untuk anak-anak dengan berbagai jenis desain yang terbuat dari plastik yang bermutu tinggi. Merek TUPPERWARE sudah terdaftar di Indonesia dibawah no. pendaftaran 263213, 300665, 300644, 300666, 300658, 339994, 339399 untuk jenis-jenis barang seperti tersebut diatas, sedangkan merek TULIPWARE baru mengajukan permintaan pendaftaran merek pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Produk produk rumah tangga yang diproduksi oleh DART INDUSTRIES INC. telah dipasarkan di lebih dari 70 negara dengan memakai merek TUPPERWARE. TUPPERWARE juga telah dipasarkan di luas di Indonesia melalui Distributor Nasional sekaligus penerima lisensi, yakni PT. IMAWI BENJAYA.
PT. IMAWI BENJAYA selaku Distributor Nasional sekaligus penerima lisensi produk TUPPERWARE di Indonesia, menemukan produk-produk dengan menggunakan desain-desain yang sama dengan disain-disain produk-produk TUPPERWARE yang menggunakan merek TULIPWARE yang diproduksi oleh CV. CLASSIC ANUGRAH SEJATI yang berlokasi di Bandung.
Bentuk Pelanggaran :
Dengan membadingkan antara produk-produk yang menggunakan merek TUPPERWARE dan produk-produk dengan merek TULIPWARE, maka terlihat secara jelas bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh pihak yang memproduksi produk TULIPWARE, sebagai berikut :
  1. Terdapat persamaan pada pokoknya antara merek TULIPWARE dengan TUPPERWARE untuk produk-produk yang sejenis
  1. Penempatan merek pada bagian bawah wadah dan bentuk tulisan yang sama lebih dominan, sehingga menonjolkan unsur persamaan dibandingkan perbedaannya. Keberadaan produk-produk sejenis yang menggunakan merek TUPPERWARE dan TULIPWARE membingungkan dan mencaukan konsumen mengenai asal-usul barang.
  1. Merek TULIPWARE yang dipergunakan pada barang-barang berbeda dengan etiket merek yang diajukan permohonannya pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
Catatan :
DART INDUSTRIES INC. selaku pemilik merek telah memasang iklan pengumuman di beberapa surat kabar, untuk mengingatkan kepada konsumen tentang telah beredarnya produk-produk TULIPWARE, yang memiliki persamaan pada pokoknya dengan produk-produk TUPPERWARE.
Kesimpulan :
Kasus tersebut sebaiknya diselesaikan dengan beberapa undang-undang yang telah ada. CV. CLASSIC ANUGRAH SEJATI sebaiknya juga tidak melakukan plagiat akan merek TULIPWARE yang merupai merk TUPPERWARE. Maka dari itu, berikut ini merupakan beberapa undang-undang yang dapat digunakan untuk menyelesaikan kasus hak merek tersebut :
1. Pasal 90, UU No. 15 tahun 2001 :
“Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada kesluruhnnya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan atau jasa sejenis yang di produksi dan atau di perdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun. Dan atau denda paling banyak Rp1 M.”
2. Pasal 91, UU No. 15 tahun 2001:
“ Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada pokoknya dengan merek yang terdaftar milik pihak lain untuk barang dan atau jasa yang di produksi dan atau diperdagangkan, dipidana dengan penjara paling lama 4 tahun dan atau denda paling banyak Rp.800 juta.”

3. Pasal 92, (1), UU No. No. 15 tahun 2001:
“Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana penjara paling lama 5 Tahun dan atau denda paling banyak Rp1 M.”
4. Pasal 92, (2), UU No. No. 15 Tahun 2001:
“Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada pokoknya dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana penjara paling lama 4 tahun dan atau denda paling banyak Rp800 Juta.”
5. Pasal 93,UU No. No. 15 Tahun 2001:
“Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi asal pada barang atau jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau asal jasa tersebut, dipidana penjara paling lama 4 tahun dan atau denda paling banyak Rp800 juta.”
6. Pasal 94, UU No. 15 Tahun 2001:
“Barang siapa memperdagangkan barang dan atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan atau jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 90, 91, 92, dan 93 dipidana kurungan  paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp200 Jt.”
Sumber :

Selasa, 26 April 2016

Kasus Hak Paten Mesin Motor Bajaj Ditolak di Indonesia

Paten adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada penemu atas hasil temuannya di bidang teknologi untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut untuk memberikan persetujuannya kepada orang lain untuk melakukannya(UU No. 6 tahun 1989)1 . Pemegang hak paten adalah seorang inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima hak tersebut dan terdaftar dalam Daftar Hak Paten. Hak paten diatur dalam Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 2001 tentang Paten (selanjutnya disebut UU Paten). Saat ini, banyak kasus pelanggaran paten khususnya di bidang industri. Hal tersebut disebabkan karena banyak sekali produk-produk yang beredar bebas dan sudah dikenal oleh masyarakat, sehingga ada upaya peniruan oleh pihak lain untuk memperoleh posisi pasar yang sama dengan produk aslinya, dan tentu untuk memperoleh hasil penjualan yang baik atas produknya.
Mengenai subjek paten pasal 10 UU paten No. 14 tahun 2001 menyebutkan sebagai berikut:
Yang berhak memperoleh paten adalah inventor atau yang menerima lebih lanjut hak inventor yang bersangkutan.
Jika suatu invensi dihasilkan oleh beberapa orang secara bersama-sama, hak atau invensi tersebut dimiliki secara bersama-sama oleh para inventor yang bersangkutan.
Dalam pasal 11 UU No. 14 tahun 2001 disebutkan; “Kecuali terbukti lain, yang dianggap sebagai inventor adalah seseorang atau beberapa orang yang untuk pertama kali dinyatakan sebagi inventor dalam permohonan.
 Contoh Kasus
Motor Bajaj melintasi jalanan Jakarta. Iklannya pun wara- wiri di berbagai media. Namun siapa sangka, hak paten teknologi mesin motor kebanggaan masyarakat India ini menjadi masalah di Indonesia.
Bajaj Auto Limited sebagai produsen motor Bajaj menggugat Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM). Sebab, permohonan paten untuk sistem mesin pembakaran dalam dengan prinsip empat langkah ditolak dengan alasan sudah dipatenkan terlebih dahulu oleh Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha.
Kasus tersebut bermula ketika Ditjen Haki menolak permohonan pendaftaran paten Bajaj pada 30 Desember 2009 dengan alasan ketidakbaruan dan tidak mengandung langkah inventif. Atas penolakan tersebut, Bajaj Auto mengajukan banding ke Komisi Banding Paten. Namun Komisi Banding dalam putusannya pada 27 Desember 2010 sependapat dengan Direktorat Paten sehingga kembali menolak pendaftaran paten tersebut.
Ditjen HAKI punya catatan tersendiri sehingga menolak permohonan paten ini yaitu, sistem ini telah dipatenkan di Amerika Serikat atas nama Honda Giken Kogyo Kabushiki Kaisha dengan penemu Minoru Matsuda pada 1985. Lantas oleh Honda didaftarkan di Indonesia pada 28 April 2006. Namun dalih ini dimentahkan oleh Bajaj.
Bajaj merupakan perusahaan yang berdiri sejak 1926. Perusahaan ini bergerak di berbagai sektor industri seperti kendaraan roda dua, kendaraan roda tiga dengan berbasis pada ilmu pengetahuan yang telah beroperasi dilebih dari 50 negara antara lain Amerika Latin dan Afrika.

Saran
            Menurut saya berdasarkan  kasus diatas bahwa Pihak Bajaj Auto Limited sebagai produsen motor Bajaj dari negara india yang sudah berdiri sejak tahun 1926, terlambat mematenkan hasil karya motor bajaj ke ditjen HAKI. Sehingga penemu lainnya mematenkan terlebih dahulu atas nama Honda Giken Kogya Kabushiki Kaisha dengan penemu Minoru Matsuda pada 1985. Jadi, dari permasalahan yang terjadi bahwa terdapat perihal pihak mana yang terlebih dahulu mematenkan penemuannya, sehingga siapapun pihak yang pertama kali mendaftarkan di Ditjen HAKI adalah pihak yang memiliki kekuatan hak paten yang sah dan tak bisa diganggu gugat. Hal tersebut juga sebaiknya dapat menjadi pelajaran berharga untuk produsen bajai negara India agar terlebih dahulu mematenkan produk tersebut dan tidak diambil produk patennya oleh perusahaan lain.

Sumber :
https://ratuhermikusumah.wordpress.com/2015/04/19/contoh-kasus-hak-paten/

Kasus Hak Paten Sengketa Atas Merek Lotto

Sebagaimana negara-negara yang berdasarkan pada hukum, Indonesia sebagai salah satunya juga memiliki undang-undang perlindungan HAKI (Harta Atas Kekayaan Intelektual) yang mencakup UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek dan UU No.6 tahun 1989 tentang hak paten. Dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 disebutkan bahwa Merek adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Paten adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada penemu atas hasil temuannya di bidang teknologi untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut untuk memberikan persetujuannya kepada orang lain untuk melakukannya(UU No. 6 tahun 1989)1 . Pemegang hak paten adalah seorang inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima hak tersebut dan terdaftar dalam Daftar Hak Paten. Hukum tentang Merek ini sekiranya cukup untuk melindungi merek suatu produk atau jasa dari pihak-pihak yang beritikad tidak baik.
Namun dalam praktiknya hukum yang mengatur tentang merek dan hak paten ini tak lepas dari persengketaan. Salah satunya adalah Sengketa Merek “LOTTO” oleh perusahaan Singapura dan pengusaha Indonesia yang akan dijabarkan dalam kasus ini.
Sengketa merk dan hak paten  antara Newk Plus Four Far East (PTE) Ltd yang dimana adalah pemakai pertama merek “LOTTO” untuk barang-barang seperti pakaian jadi, kemeja, baju kaos, jaket, celana panjang, rok span, tas, koper, dompet, ikat pinggang, sepatu, sepatu olah raga, baju olah raga, kaos kaki olah raga, raket, bola jaring (net), sandal, selop, dan topi, dengan Hadi Darsono seorang pengusaha dari Indonesia yang produk handuk dan sapu tangannya yang juga menggunakan nama “LOTTO” sebagai merek. Merasa dirugikan akibat kesamaan merek perusahaan LOTTO Singapura pun membawa masalah persengketaan ini ke Pengadilan Negeri.

Hukum Paten
Mengenai subjek paten pasal 10 UU paten No. 14 tahun 2001 menyebutkan sebagai berikut:
Yang berhak memperoleh paten adalah inventor atau yang menerima lebih lanjut hak inventor yang bersangkutan.
Jika suatu invensi dihasilkan oleh beberapa orang secara bersama-sama, hak atau invensi tersebut dimiliki secara bersama-sama oleh para inventor yang bersangkutan.
Dalam pasal 11 UU No. 14 tahun 2001 disebutkan; “Kecuali terbukti lain, yang dianggap sebagai inventor adalah seseorang atau beberapa orang yang untuk pertama kali dinyatakan sebagi inventor dalam permohonan.

 Hukum Merek
Undang-undang No. 21 Tahun 1961 Tentang Merek
Undang-undang No. 19 Tahun 1992 Tentang Merek
Undang-undang No. 14 Tahun 1997 Tentang Merek
Undang-undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek

Dalam UU No. 21 Tahun 1961 Pasal 2 :
(1) Hak khusus untuk memakai suatu merek guna memperbedakan barang-barang hasil perusahaan atau barang-barang peniagaan seseorang atau sesuatu badan dari barang-barang orang lain atau badan lain diberikan kepada barangsiapa yang untuk pertama kali memakai merek itu untuk keperluan tersebut di atas di Indonesia. Hak khusus untuk memakai merek itu berlaku hanya untuk barang-barang yang sejenis dengan barang-barang yang dibubuhi merek itu dan berlaku hingga tiga tahun setelah pemakaian terakhir merek itu.
(2) Kecuali jika ada bukti tentang hal sebaliknya, maka barangsiapa yang untuk pertama kali mengajukan permohonan pendaftaran suatu merek menurut ketentuan-ketentuan dalam pasal 4 dan 5, dianggap sebagai pemakai pertama dari merek tersebut. Jika dalam waktu 6 bulan setelah pendaftaran tersebut diatas atau setelah pendaftaran termaksud dalam ayat 3, merek itu tidak dipakai oleh pemohon di Indonesia, maka anggapan tersebut di atas atau anggapan termaksud dalam ayat 3, tidak berlaku lagi.

Dalam UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek yang berlaku pada saat ini, dijelaskan mengenai Merek yang tidak dapat didaftar dan harus ditolak, yakni:
Pasal 5
Merek tidak dapat didaftar apabila Merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini:
a. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;
b. tidak memiliki daya pembeda;
c. telah menjadi milik umum; atau
d. merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.

Pasal 6
(1) Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut:
a. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
b. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
c. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal

Syarat dan Tata cara Permohonan Pendaftaran Merek menurut Undang – Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek terdapat pada pasal 7 yaitu :
1) Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal dengan mencantumkan :
a. Tanggal, bulan, dan tahun;
b. Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon;
c. Nama lengkap dan alamat Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa;
d. Warna – warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur – unsur warna;
e. Nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.
2) Permohonan ditandatangani Pemohon atau Kuasanya.
3) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara bersama, atau badan hukum.
4) Permohonan dilampiri dengan bukti pembayaran biaya.
5) Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang secara bersama – sama berhak atas Merek tersebut, semua nama Pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka.
6) Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu dari Pemohon yang berhak atas Merek tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para Pemohon yang mewakilkan.
7) Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan melalui Kuasanya, surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas Merek tersebut.
8) Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual.
9) Ketentuan mengenai syarat – syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak kekayaan Intelektual diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur dengan Keputusan Presiden.

Di dalam kasus “LOTTO” ini, “LOTTO” Singapura mempunyai bukti, bahwa mereka mempunyai nomor pendaftaran merek dari Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman ( bagian merek ) dengan pendaftaran No. 137430, dan bukti tersebut diajukan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Yang dimana telah terjadi kelalaian yang dilakukan oleh Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman ( bagian merek ) yaitu dengan memberikan nomor pendaftaran juga kepada “LOTTO” Indonesia.
Setelah pengajuan perkara “LOTTO” Singapura ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan alasan bukti kasus tersebut tidak kuat, akhirnya “LOTTO” Singapura mengajukan permohonan kasus kepada Mahkamah Agung. Tidak hanya menuntut “LOTTO” milik Hadi Darsono ( Tergugat I ), mereka juga menuntut Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman bagian merek ( Tergugat II ) karena telah lalai memberikan nomor pendaftaran merek kepada perusahaan yang namanya sama tetapi berbeda usaha barangnya setelah perusahaan pertama mendaftarkan mereknya kepada Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman.
Terdaftarnya suatu merek dagang pada Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman dapat dibatalkan oleh Hakim bilamana merek ini mempunyai persamaan baik dalam tulisan ucapan kata, maupun suara dengan merek dagang yang lain yang sudah terlebih dulu dipakai dan didaftarkan, walaupun kedua barang tersebut tergolong tidak sejenis terutama bila hal tersebut berkaitan dengan merek dagang yang sudah terkenal didunia internasional.
Mahkamah Agung konsisten pada putusannya dalam perkara merek terkenal Seven Up - LANVIN - DUNHILL: MA-RI No. 689 K/SIP/1983 dan MA-RI No. 370 K/SIP/1983, yang isinya sebagai berikut: Suatu pendaftaran merek dapat dibatalkan karena mempunyai persamaan dalam keseluruhan dengan suatu merek yang terdahulu dipakai atau didaftarkan, walaupun untuk barang yang tidak sejenis, terutama jika menyangkut merek dagang terkenal. Pengadilan tidak seharusnya melindungi itikad buruk Tergugat I. Tindakan Tergugat I, tidak saja melanggar hak Penggugat tetapi juga melanggar ketertiban umum di bidang perdagangan serta kepentingan khalayak ramai.
Setelah memeriksa perkara ini Mahkamah Agung dalam putusannya berpendirian bahwa judex facti salah menerapkan hukum, Pengadilan Negeri mengesampingkan kenyataan bahwa Penggugat adalah pemakai pertama dari merek LOTTO di Indonesia. Ini merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan perlindungan hukum menurut UU Merek No. 21 tahun 1961. Sementara itu, Tergugat I tidak dapat mengajukan bukti-bukti yang sah dengan tidak dapat membuktikan keaslian bukti-bukti yang diajukannya.
Sehingga putusannya harus dibatalkan selanjutnya, Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini. Pendirian Mahkamah Agung tersebut di dasari oleh alasan juridis yang intinya sebagai berikut
- Newk Plus Four Far East Ltd, Singapore telah mendaftarkan merek LOTTO di Direktorat Paten & Merek Departemen Kehakiman RI tanggal 29/6/1976 dan 4-3-1985.
- Merek “LOTTO” secara umum telah terkenal di kalangan masyarakat sebagai merek dagang dari luar negeri. Merek tersebut mempunyai ciri umum untuk melengkapi seseorang yang berpakaian biasa atau berkaitan olah raga beserta perlengkapannya.
- Merek “LOTTO”, yang didaftarkan Tergugat I adalah jenis barang handuk dan saputangan, pada 6 Oktober 1984.
- Mahkamah Agung berpendapat, walaupun barang yang didaftarkan Tergugat I berbeda dengan yang didaftarkan Penggugat, tetapi jenis barang yang didaftarkan Tergugat I tergolong perlengkapan berpakaian seseorang. Dengan mendaftarkan dua barang yang termasuk dalam kelompok barang sejenis i.c kelengkapan berpakaian seseorang dengan merek yang sama, dengan kelompok barang yang telah didaftarkan lebih dahulu, Mahkamah Agung menyimpulkan Tergugat I ingin dengan mudah mendapatkan keuntungan dengan cara menumpang keterkenalan satu merek yang telah ada dan beredar di masyarakat. Hal ini berarti Tergugat I dalam prilaku perdagangannya yaitu menggunakan merek perniagaan yang telah ada merupakan perbuatan yang bersifat tidak jujur, tidak patut atau tidak mempunyai itikad baik.

Dengan pertimbangan tersebut di atas, akhirnya Mahkamah Agung memberikan putusan yang amarnya sebagai berikut:
- Mengadili:
- Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
- Mengadili Sendiri:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
2. Menyatakan Penggugat sebagai pemakai pertama di Indonesia atas merek dagang “LOTTO” dan oleh karena itu, mempunyai hak tunggal/khusus untuk memakai merek tersebut di Indonesia.
3. Menyatakan bahwa merek “LOTTO” milik Tergugat I yaitu yang didaftarkan pada Tergugat II dengan nomor registrasi 87824 adalah sama dengan merek Penggugat baik dalam tulisan, ucapan kata, maupun suara, dan oleh karena itu dapat membingungkan, meragukan serta memperdaya khalayak ramai tentang asal-usul dan kualitas barang.
4. Menyatakan pendaftaran merek dengan registrasi 187824 dalam daftar umum atas nama Tergugat I batal, dengan segala akibat hukumnya.
5. Memerintahkan Tergugat II untuk mentaati putusan ini dengan membatalkan pendaftaran merek dengan nomor registrasi 197824 dalam daftar umum.
Kesimpulan dan saran
Jadi terdapat kekeliruan dari Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman bagian merek karena telah memberikan nomor registrasi kepada Hadi Darsono untuk menggunakan merek “LOTTO” yang sebenarnya telah terdaftar di Indonesia pada tahun tanggal 29/6/1976 dan 4-3-1985. Menurut data yang kami dapatkan, hal ini dikarenakan oleh Direktorat Paten dan Hak Cipta Departmen Kehakiman kurang teliti dalam mengecek akan merek “LOTTO” tersebut.
Gugatan yang diajukan oleh Singapura kepada Mahkamah Agung mendapatkan keputusan yang terbaik untuk Singapura, karena dalam kasus ini Singapura memberikan bukti – bukti yang jelas kepada Mahkamah Agung dengan menunjukkan surat – surat , dan bukti pembayaran yang telah Ia dapatkan dari Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman bagian merek pada tahun 1976 dan 1985. Sementara Hadi Darsono didapati mempunyai maksud yang tidak baik, dengan mendaftarkan “LOTTO” kepada Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman bagian merek, Hadi Darsono ingin dengan mudah mendapatkan keuntungan dengan cara menumpang keterkenalan satu merek yang telah ada dan beredar di masyarakat. Hal ini berarti Hadi Darsono selaku Tergugat 1 dalam prilaku perdagangannya yaitu menggunakan merek perniagaan yang telah ada merupakan perbuatan yang bersifat tidak jujur, tidak patut atau tidak mempunyai itikad baik.
Untuk kedepannya diharapkan Pengadilan Negeri hendaknya bersikap lebih bijak dalam menentukan keputusan hukuman, dan hendaknya ditelaah lebih dalam lagi sebelum memutuskan bahwa Hadi Dasono tidak bersalah. Karena Pengadilan Negeri tidak melihat alasan yang tidak baik dari Hadi Darsono yaitu untu mengambil keuntungan yang dapat ia peroleh dari penjualan produk – produk “LOTTO” dengan menjual ketenaran nama “LOTTO” tersebut.
Bagian Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman (bagian merek) hendaknya lebih teliti dalam mengecek data – data merek yang mereka miliki agar tidak mengalami kesalahan yang sama lagi. Karena jika hal ini terus menerus terjadi akan menggangu ketertiban perdagangan yang berada di Indonesia. Dan akan semakin banyak orang Indonesia yang melakukan kecurangan sama seperti Hadi Darsono.

Sumber : 
http://mychocochips.blogspot.co.id/2012/04/contoh-kasus-hukum-perdagangan.html
http://fitriningsih5.blogspot.co.id/2015/06/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html

Selasa, 29 Maret 2016

Pelanggaran Hak Cipta atas Buku

PT. Hikayat Indah (PT.HI) menerbitkan buku kumpulan cerita rakyat untuk anak-anak dalam bahasa Indonesia. Buku itu dijual secara luas di masyarakat. Setahun kemudian, PT. Dongeng Abadi (PT.DA) juga menerbitkan buku kumpulan serupa. Judul buku dan perwajahan PT.DA mirip dengan buku PT.HI, susunan cerita keduanya tidak sama, dan dalam buku PT.DA terdapat ilustrasi gambar sementara di buku terbitan PT .HI tidak ada. PT. HI tidak mendaftarkan ciptaannya ke Direktorat jenderal HKI. PT. HI berniat menggugat PT. DA dengan alasan PT. DA melanggar hak ciptanya
Kasus diatas telah terjadi pelanggaran hak cipta. Hal ini dikarenakan adanya kemiripan hak cipta berupa judul buku dan perwajahan yang diterbitkan oleh PT. DA dengan yang diterbitkan oleh PT. HI dan sudah menimbulkan ketidak nyamanan oleh PT. HI sebagai penerbit buku lebih awal dengan judul dan perwajahan yg sama oleh oleh PT. DA.
Identifikasi adanya pelanggaran hak cipta adalah sebagai berikut,
1. Menurut pasal 11 ayat 2 UU. No 19/ 2002, menyebutkan bahwa ciptaan yang telah diterbitkan hak ciptanya dipegang oleh penerbit. Artinya PT. HI memegang hak cipta atas buku kumpulan cerita rakyat untuk anak-anak dalam bahasa Indonesia tersebut.
2. Adanya kesamaan Judul buku dan perwajahan buku yang diterbitkan oleh PT.DA dengan yg diterbitkan oleh PT.HI.
3. Pelanggaran hak cipta tidak harus terjadi secara keseluruhan tetapi juga terjadi apabila ada kesamaan sebagian.
4. Pelanggaran hak cipta berupa kesamaan Judul buku dan perwajahan buku yang diterbitkan oleh PT.DA dengan yg diterbitkan oleh PT.HI. adalah kesamaan inti dari sebuah hak cipta.
5. Adanya kesamaan Judul buku dan perwajahan buku yang diterbitkan oleh PT.DA dengan yg diterbitkan oleh PT.HI. tanpa adanya komunikasi dan kontrak oleh pihak PT. DA kepada pihak PT. HI sebagai pemegang hak cipta buku yang Judul buku dan perwajahan buku yang sama tersebut.

Fakta tidak didaftarkannya ciptaan PT. HI secara hukum tidak mempengaruhi posisi PT. HI tentang kepemilikan hak cipta. Karena hak cipta :
1. Perlindungan hukum hak cipta dengan secara otomatis saat ekspresi terwujud atau lahir tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan sesuai pasal 2 ayat 1 UU No.19 Tahun 2002.
2. Tanpa pendaftaran, pendaftaran hanya sebagai sarana pembuktian kepemilikan sebagaimana disebutkan dalam pasal 5 ayat 1 huruf b dan pasal 12 ayat 2 & 3 pasal 35 ayat 4 UU No.19 Tahun 2002.
3. Pembuktian oleh pengadilan bisa dilakukan dengan proses cetak dan penggunakan awal oleh publik/ masyarakat. Dimana masyarakat sudah menikmati hasil hak cipta terbitan buku oleh PT. HI. Walaupun ini akan membutuhkan ekstra perjuangan oleh pihak PT. HI untuk memberikan pembuktian akan kepemilikan hak cipta dari buku terbitannya.
Analisis :
Sebaiknya kepada penerbit buku P.T dongeng abadi (P.T DA)  tidak menerbitkan buku dongeng serupa dari sampul buku hingga isi dari dongeng tersebut. Karena pelanggaran hak cipta tidak hanya terjadi karena adanya kesamaan secara keseluruhan tetapi karena adanya kesamaan sebagian. Adanya kesamaan Judul buku dan cover  buku yang diterbitkan oleh PT.DA dengan yg diterbitkan oleh PT.HI tanpa adanya komunikasi dan kontrak oleh pihak PT. DA kepada pihak PT. HI sebagai pemegang hak cipta buku yang memiliki  judul buku dan perwajahan buku yang sama tersebut.
Sumber :
https://ayudwie.wordpress.com/2011/02/27/kasus-hak-cipta-buku/