Blue Spinning Frozen Snowflake

Senin, 28 Desember 2015

Stop Pemiskinan Perempuan

Tema : Prasangka, Diskriminasi dan Etnosentrisme





Pada dasarnya, laki-laki dan perempuan adalah sama. Keduanya sama-sama makhluk Tuhan yang diciptakan untuk saling melengkapi dalam kehidupan. Meskipun dalam segi fisik terdapat perbedaan, namun perbedaan tersebut tidak lain hanya sebagai pembeda dalam segi fisik saja pula. Karena fungsi dan peran keduanya dalam kehidupan sosial khususnya, adalah sama. Untuk itu hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan pun harusnya tidak dibeda-bedakan. Namun yang terjadi pada umumnya adalah banyak sekali hal yang dibeda-bedakan berdasarkan perbedaan laki-laki dan perempuan, baik dalam wilayah pribadi seperti peran dalam keluarga hingga peran politik dalam kehidupan bernegara. Maka mulailah timbul istilah gender dan diskriminasi gender itu sendiri.
       Diskriminasi gender banyak terjadi dalam setiap bidang kehidupan bermasyarakat. Mulai dari pengkelasan peran dalam pekerjaan, jabatan publik, hingga pemeran panggung politik. Mulai dari zaman terdahulu hingga sekarang. Dan memang pada umumnya yang menjadi korban diskriminasi gender ini adalah kaum perempuan.
       Sebagaimana dikutip dari Alison Scott, seorang ahli sosiologi Inggris, ia melihat berbagai bentuk diskriminasi terhdap perempuan dalam empat bentuk yaitu: (1). Proses pengucilan, perempuan dikucilkan dari kerja upahan atau jenis kerja tertentu, (2) Proses pergeseran perempuan ke pinggiran (margins) dari pasar tenaga kerja, berupa kecenderungan bekerja pada jenis pekerjaan yang memiliki hidup yang tidak stabil, upahnya rendah, dinilai tidak atau kurang terampil, (3) Proses feminisasi atau segregasi, pemusatan perempuan pada jenis pekerjaan tertentu (feminisasi pekerjaan), atau pemisahan yang semata-mata dilakukan oleh perempuan saja atau laki-laki saja. (4) Proses ketimpangan ekonomi yang mulai meningkat yang merujuk di antaranya perbedaan upah.
     Faktor lainnya juga muncul dari sebuah anggapan yang pada umumnya lumrah dimasyarakat, khususnya masyarakat tradisional yaitu anggapan bahwa suatu peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain. Juga anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional serta paradigma maskulin dan feminsm menjadikan perempuan tidak bisa tampil sebagai pimpinan suatu organisasi atau bahkan suatu negara. Anggapan inilah salah satu praktik nyata dari bentuk diskriminasi Stereotipe yang sudah penulis sebutkan pada bagian sebelumnya.
       Setelah sekian lama perempuan berada dalam kondisi terdeskriminasikan, mata hati dunia mulai terbuka dengan banyaknya negara yang menyadari pentingnya kesetaraan bagi kaum perempuan. Lebih jauh lagi Pada tahun 1990 PBB mengadakan Konvensi tentang Perlindungan Hak-hak seluruh Pekerja Migran & Anggota Keluarganya (Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Their Families) yang di Indonesia setelah pada tahun 1960, dicetuskanlah UU “Upah Sama untuk Kerja yang Sama” yang dirasa kurang bisa melindungi perempuan, hasil konvensi tersebut disahkan menajdi Undang-undang Nomor 6 Tahun 2012[1].
       Beberapa regulasi di atas menunjukkan bahwa memang isu diskriminasi gender adalah isu yang serius, yang harus disejajarkan dengan kasus diskriminasi agama, ras, dan lainnya. Sebagaimana hasil survey Lingkar Survey Indonesia (LSI) yang dirilis tahun 2012, diskriminasi gender di indonesia mencapai 15% dari total seluruh kasus diskriminasi di Indonesia. Namun lagi, dengan keterbatasan, penulis belum dapat menghadirkan contoh-contoh dari kasus diskriminasi gender tersebut berkenaan dengan kelengkapan data dan keabsahan referensi yang masih penulis ragukan. Namun bagaimanapun satu hal yang harus kita sadari bahwa sebagai bangsa yang mendambakan kehidupan yang berkeadilan, maka kita harus memulainya dengan bersikap adil terhadap perempuan yang menjadi pokopk bahasan utama dalam bagian ini.
        Namun sebagai bangsa Indonesia, kita boleh berbangga, karena khusus di bidang politik, Indonesia bisa dibilang lebih baik dalam mewujudkan kesetaraan hak bagi perempuan untuk ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan politik, bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa sekalipun.
      Sejak pemilihan umum pertama di Indonesia tahun 1955, wanita sudah mempunyai hak yang sama di dalam tatanan politik Indonesia. Sedangkan bangsa di Eropa dan Amerika harus menunggu puluhan hingga ratusan tahun sampai akhirnya mendapat kesempatan untuk ikut memilih di pemilihan umum.
      Dengan begitu, kita sama-sama berharap agar kesetaraan yang benar-benar tepat dan berkeadilan dalam geneder di Indonesia akan terus tumbuh dan berkembang dalam setiap tatanan kehidupan masyarakat kita dengan menjunjung tinggi kesamaan hak sebagai sesama warga negara.

Ketidakadilan Gender Harus Dihentikan
Memperjuangkan keadilan gender merupakan tugas berat, karena masalah gender adalah masalah yang sangat intens, dimana kita masing-masing terlibat secara emosional. Banyak terjadi perlawanan manakala perjuangan ketidakadilan gender diaktifkan, karena menggugat masalah gender sesungguhnya juga berarti menggugat privilege yang kita dapatkan dari adanya ketidakadilan gender. Persoalannya, spektrum ketidakadilan gender sangat luas, mulai yang ada di kepala dan di dalam keyakinan kita masing-masing, sampai urusan negara.
Dengan demikian bila kita memikirkan jalan keluar, pemecahan masalah gender perlu dilakukan secara serempak. Pertama-pertama perlu upaya-upaya bersifat jangka pendek yang dapat memecahkan masalah-masalah praktis ketidakadilan tersebut. Sedangkan langkah berikutnya adalah usaha jangka panjang untuk memikirkan bagaimana menemukan cara strategis dalam rangka memerangi ketidakadilan.
Dari segi pemecahan praktis jangka pendek, dapat dilakukan upaya-upaya program aksi yang melibatkan perempuan agar  mereka mampu membatasi masalahnya sendiri. Misalnya dalam hal mengatasi masalah marginalisasi perempuan di pelbagai projek peningkatan pendapatan kaum perempuan, perlu melibatkan kaum perempuan dalam program pengembangan masyarakat, serta berbagai kegiatan yang memungkinkan kaum perempuan terlibat dan menjalankan kekuasaan di sektor publik.
Akan halnya yang menyangkut subordinasi perempuan, perlu diupayakan pelaksanaan pendidikan dan mengaktifkan berbagai organisasi atau kelompok perempuan untuk jangka pendek.
Untuk menghentikan masalah kekerasan, pelecehan dan pelbagai stereotype terhadap kaum perempuan, suatu aksi  jangka pendek juga perlu mulai digalakkan. Kaum perempuan sendiri harus mulai memberikan pesan penolakan secara tegas kepada mereka yang melakukan kekekerasan dan pelecehan agar tindakan kekerasan dan pelecehan tersebut terhenti. Membiarkan dan menganggap biasa terhadap kekerasan dan pelecehan berarti mengajarkan dan bahkan mendorong para pelaku untuk melanggengkannya. Pelaku penyiksaaan, pemerkosaaan, dan pelecehan seringkali salah kaprah bahwa ketidaktegasan penolakan dianggapnya karena diam-diam perempuan menyukainya. Perlu kiranya dikembangkan kelompok perempuan yang memungkinkan mereka saling membahas dan saling membagi rasa pengalaman untuk berperan menghadapi masalah kekerasan dan pelecehan. Karena kekerasan, pemerkosaan, pelecehan, dan segala bentuk yang merendahkan kaum perempuan bukan semata-mata salah kaum perempuan, maka usaha untk menghentikan secara bersama perlu digalakkan.
Termasuk di dalam kegiatan praktis jangka pendek adalah mempelajari pelbagai teknik oleh kaum perempuan sendiri guna menghentikan kekerasan, pemerkosaan, dan pelecehan. Misalnya mulai membiasakan diri mencatat setiap kejadian dalam buku harian, termasuk sikap penolakan dan response yang diterima, secara jelas kapan dan dimana. Catatan ini kelak akan berguna jika peristiwa tersebut ingin diproses secara hukum. Usaha tersebut menyuarakan  unek-unek ke kolom “surat pembaca” perlu diintensifkan. Usaha ini tidak saja memiliki dimensi praktis jangka pendek tetapi juga sebagai upaya pendidikan dengan cara kampanye anti kekerasan dan anti pelecehan terhadap kaum perempuan bagi masyarakat luas. Secara praktis dalam surat-surat itu harus tersirat semacam ancaman, yakni jika pelecehan dan kekerasan tidak segera dihentikan, maka kejahatan semacam itu bisa dan akan dilaporkan ke penguasa pada tingkatan lebih atas. Kesankah bahwa anda tidak sendiri melainkan suatu kelompok perempuan yang tengah menyadari hal itu. Suatu kelompok atau organisasi lebih sulit diintimidasi ketimbang individu.
Usaha perjuangan strategis jangka panjang perlu dilakukan untuk memperkokoh usaha praktis tersebut. Mengingat usaha-usaha praktis diatasseringkali justru berhenti dan tidak berdaya hasil karena hambatan ideologis, misalnya bias gender, sehingga sistem masyarakat justru akan menyalahkan korbannya. Maka perjuangan strategis ini meliputi pelbagai peperangan ideologis di masyarakat. Bentuk-bentuk peperangan terebut misalnya dengan melancarkan kampanye kesadaran kritis dan pendidikan umum masyarakat untuk menghentikan pelbagai bentuk ketidakadilan gender. Upaya  strategis itu perlu dilakukan dengan berbagai langkah pendukung, seperti melakukan studi tentang  pelbagai bentuk ketidakadilan gender dan manifestasinya baik di masyarakat, negara maupun dalam rumah tangga. Bahkan kajian ini selanjutnya dapat dipakai untuk melakukan advokasi guna mencapai perubahan kebijakan , hukum, dan aturan pemerintah yang tidak adil tehadap kaum perempuan.

Sumber :


Minggu, 27 Desember 2015

Globalisasi IPTEK di Dunia

Tema : Ilmu pengetahuan, teknologi dan kemiskinan



Kita ketahui bahwa sebenarnya sejak dulu teknologi sudah ada atau manusia sudah menggunakan teknologi. Seseorang menggunakan teknologi karena manusia berakal. Dengan akalnya ia ingin keluar dari masalah, ingin hidup lebih baik, lebih aman dan sebagainya. Perkembangan teknologi terjadi karena seseorang menggunakan akalnya dan akalnya untuk menyelesaikan setiap masalah yang dihadapinya. 

Pada satu sisi, perkembangan dunia IPTEK yang demikian mengagumkan itu memang telah membawa manfaat yang luar biasa bagi kemajuan peradaban umat manusia. Jenis-jenis pekerjaan yang sebelumnya menuntut kemampuan fisik yang cukup besar, kini relatif sudah bisa digantikan oleh perangkat mesin-mesin otomatis, Demikian juga ditemukannya formulasi-formulasi baru kapasitas komputer, seolah sudah mampu menggeser posisi kemampuan otak manusia dalam berbagai bidang ilmu dan aktivitas manusia. Ringkas kata kemajuan IPTEK yang telah kita capai sekarang benar-benar telah diakui dan dirasakan memberikan banyak kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan umat manusia. Sumbangan IPTEK terhadap peradaban dan kesejahteraan manusia tidaklah dapat dipungkiri. Namun manusia tidak bisa pula menipu diri sendiri akan kenyataan bahwa IPTEK mendatangkan malapetaka dan kesengsaraan bagi manusia. 

Kalaupun teknologi mampu mengungkap semua tabir rahasia alam dan kehidupan, tidak berarti teknologi sinonim dengan kebenaran. Sebab iptek hanya mampu menampilkan kenyataan . Kebenaran yang manusiawi haruslah lebih dari sekedar kenyataan obyektif. Kebenaran harus mencakup pula unsur keadilan. Tentu saja iptek tidak mengenal moral kemanusiaan, oleh karena iptek tidak pernah bisa menjadi standar kebenaran ataupun solusi dari masalah-masalah manusia.

Perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi (yang demikian pesatnya telah membawa manfaat luar biasa bagi kemajuan peradaban umat manusia. Jenis-jenis pekerjaan yang sebelumnya menuntut kemampuan fisik cukup besar, kini relatif sudah bisa digantikan oleh perangkat mesin-mesin otomatis. Sistem kerja robotis telah mengalih fungsikan tenaga otot manusia dengan pembesaran dan percepatan yang menakjubkan. Begitu pun dengan telah ditemukannya formulasi-formulasi baru aneka kapasitas komputer, seolah sudah mampu menggeser posisi kemampuan otak manusia dalam berbagai bidang ilmu dan aktivitas manusia. Ringkas kata, kemajuan iptek yang telah kita capai sekarang benar-benar telah diakui dan dirasakan memberikan banyak kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan umat manusia.

Bagi masyarakat sekarang, iptek sudah merupakan suatu agama. Pengembangan iptek dianggap sebagai solusi dari permasalahan yang ada. Sementara orang bahkan memuja iptek sebagai liberator yang akan membebaskan mereka dari kungkungan kefanaan dunia. Iptek diyakini akan memberi umat manusia kesehatan, kebahagiaan dan imortalitas. Sumbangan iptek terhadap peradaban dan kesejahteraan manusia tidaklah dapat dipungkiri. Namun manusia tidak bisa pula menipu diri akan kenyataan bahwa iptek mendatangkan malapetaka dan kesengsaraan bagi manusia. Dalam peradaban modern yang muda, terlalu sering manusia terhenyak oleh disilusi dari dampak negatif iptek terhadap kehidupan umat manusia. Kalaupun iptek mampu mengungkap semua tabir rahasia alam dan kehidupan, tidak berarti iptek sinonim dengan kebenaran. Sebab iptek hanya mampu menampilkan kenyataan. Kebenaran yang manusiawi haruslah lebih dari sekedar kenyataan obyektif. Kebenaran harus mencakup pula unsur keadilan. Tentu saja iptek tidak mengenal moral kemanusiaan, oleh karena itu iptek tidak pernah bisa menjadi standar kebenaran ataupun solusi dari masalah-masalah kemanusiaan.

Dampak positif dan dampak negative dari perkembangan teknologi adalah sebagai berikut.

Dalam bidang informasi dan komunikasi telah terjadi kemajuan yang sangat pesat. Dari kemajuan dapat kita rasakan dampak positifnya antara lain: 
  1. Kita akan lebih cepat mendapatkan informasi-informasi yang akurat dan terbaru di bumi bagian manapun melalui internet.
  2. Kita dapat berkomunikasi dengan teman, maupun keluarga yang sangat jauh hanya dengan melalui handphone.
  3. Kita mendapatkan layanan bank yang dengan sangat mudah.
  4. dan lain-lain.
Globalisasi membawa kemajuan di bidang teknologi dan komunikasi yang cukup baik di Indonesia. Dulu, komunikasi di Indonesia masih sangat tradisional. Untuk bisa menyampaikan informasi dari satu tempat ke tempat lain, dibutuhkan waktu berhari-hari. Ya, sebelum maraknya telepon selular dan internet, masyarakat Indonesia masih menggunakan jasa pengiriman surat. Namun, karena adanya globalisasi, kini informasi dapat kita peroleh dengan mudah dan cepat.

Di samping keuntungan-keuntungan yang kita peroleh ternyata kemajuan kemajuan teknologi tersebut dimanfaatkan juga untuk hal- hal yang negatif, antara lain: 
  1. Pemanfaatan jasa komunikasi oleh jaringan teroris (Kompas).
  2. Penggunaan informasi tertentu dan situs tertentu yang terdapat di internet yang bisa di salah gunakan pihak tertentu untuk tujuan tertentu.
  3. Kerahasiaan alat tes semakin terancam Melalui internet kita dapat memperoleh informasi tentang tes psikologi, dan bahkan dapat memperoleh layanan tes psikologi secara langsung dari internet.
  4. Kecemasan teknologi Selain itu ada kecemasan skala kecil akibat teknologi komputer. Kerusakan komputer karena terserang virus, kehilangan berbagai berkas (file –istilah komputer) penting dalam komputer inilah beberapa contoh stres yang terjadi karena teknologi. Rusaknya modem internet karena disambar petir.
Tapi, selain dampak negatif di atas dari kemajuan teknologi akibat globalisasi, komunikasi dan budaya di Indonesia semakin mengalami kemunduran. Coba kita tengok anak-anak muda jaman sekarang. Hampir semua anak-anak remaja di Indonesia memiliki handphone. Dan kebutuhan akan handphone bagi remaja Indonesia sudah nyaris menjadi kebutuhan primer. Ke mana saja tujuan mereka pasti tersimpan handphone di saku atau tasnya. Kadang kala mereka tidak menyimpannya, justru menggenggamnya dengan jempolnya ber-SMS ria dengan temannya. 

Belum lagi mereka yang menggunakan handphone yang sedang trend akhir-akhir ini. Yaitu handphone merek BlackBerry atau lebih mudahnya disebut BB. Tiap menit BB mereka selalu berbunyi, baik mereka sedang di rumah maupun sedang berjalan-jalan bersama keluarga. Saking asyiknya membalas BBM dari temannya yang berada hitungan kilometer dari mereka, mereka tidak sadar kalau sedang mengabaikan acara bersama keluarganya. Ya, chatting berasa lebih seru ketimbang ngobrol bersama saudara. Alhasil hubungan mereka dengan keluarga mereka menjadi lebih renggang. 

Itulah dampak negatif dari kemajuan teknologi akibat globalisasi. Teknologi mendekatkan yang jauh, dan menjauhkan yang dekat. Seharusnya kita sebagai generasi muda Indonesia dapat memerhatikan dampak globalisasi lebih cermat. Mengikuti kemajuan teknologi tidaklah salah, tapi kita harus tetap menjaga etika dan budaya sebagai masyarakat Indonesia agar kita tidak terkena dampak negatif dari globalisasi. Jangan sampai kita ketinggalan zaman, tapi juga berikan perhatian terhadap apa yang terjadi di sekitar kita. Mari kita bangun generasi Indonesia yang maju dan berbudaya! 

Kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari dalam kehidupan ini, karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Perkembangan teknologi memang sangat diperlukan. 

Setiap inovasi diciptakan untuk memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia. Memberikan banyak kemudahan, serta sebagai cara baru dalam melakukan aktivitas manusia. Khusus dalam bidang teknologi masyarakat sudah menikmati banyak manfaat yang dibawa oleh inovasi- inovasi yang telah dihasilkan dalam dekade terakhir ini. Namun manusia tidak bisa menipu diri sendiri akan kenyataan bahwa teknologi mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia.

Oleh karena itu untuk mencegah atau mengurangi akibat negatif kemajuan teknologi, pemerintah di suatu negara harus membuat peraturan- peraturan atau melalui suatu konvensi internasional yang harus dipatuhi oleh pengguna teknologi.

Sumber :

Sabtu, 26 Desember 2015

Fenomena Urbanisasi di Indonesia

Tema : Masyarakat Perkotaan dan Masyarakat Pedesaan


Urbanisasi merupakan fenomena perpindahan penduduk dari desa atau kota kecil ke kota besar. Urbanisasi juga bisa dimaknai sebagai perubahan sifat suatu tempat dari suasana atau cara hidup desa ke suasana kota. Urbanisasi terjadi hampir di seluruh belahan bumi, baik di negara maju maupun negara berkembang, tak terkecuali di Indonesia.
Latar belakang fenomena urbanisasi di negara-negara maju ternyata cukup berbeda dengan yang ada di negara-negara berkembang. Di negara maju, urbanisasi terjadi sejak adanya industrialisasi. Perkembangan suatu kota juga sangat dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi di kota tersebut. Selain itu, pertumbuhan penduduk di suatu kota sangat lambat dan juga beriringan dengan perkembangan ekonomi dan pertambahan sarana prasarana di kota tersebut, sehingga pembangunan yang ada bisa terencana dengan matang serta sarana dan prasarana yang ada pun mampu melayani kebutuhan seluruh penduduk kota. Lain halnya yang terjadi di negara berkembang, termasuk di Indonesia. Fenomena urbanisasi baru terjadi setelah perang dunia ke-2. Laju urbanisasi tidak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sarana prasarana perkotaan.
Menurut teori kependudukan yang diperkenalkan oleh Malthus pada tahun 1948, Pertumbuhan penduduk diibaratkan mengikuti deret ukur, sedangkan laju pertumbuhan bahan pangan mengikuti deret hitung. Hal tersebut juga mirip dengan fenomena urbanisasi di negara berkembang. Jumlah penduduk yang masuk ke kota besar diibaratkan mengikuti deret ukur, sedangkan pertumbuhan ekonomi serta pembangunan sarana dan prasarana perkotaan diibaratkan mengikuti deret hitung, sehingga fenomena urbanisasi lebih banyak menghasilkan mudarat ketimbang manfaat.
Terdapat hal yang cukup menarik dan unik dalam fenomena urbanisasi di Indonesia. Masyarakat cukup banyak yang berbondong-bondong untuk berhijrah ke kota-kota besar ketika idul fitri telah usai. Mereka pun kembali berbondong-bondong untuk kembali ke daerahnya masing-masing saat menjelang idul fitri. Akibatnya, kota besar seperti Jakarta pada saat hari biasa terlihat cukup ramai, sedangkan pada saat hari raya idul fitri terlihat sangat sepi. 

1. Fenomena Urbanisasi di Indonesia 
Fenomena urbanisasi di Indonesia dapat dijelaskan melalui tabel tentang jumlah pendatang di kawasan perkotaan pada masing-masing kabupaten/kota di bawah ini. Jumlah pendatang di kawasan perkotaan pada suatu daerah dihitung berdasarkan jumlah penduduk perkotaan di suatu daerah yang tempat lahirnya bukan di daerah tersebut. 
Sumber: Diolah dari data hasil sensus penduduk 2010, Badan Pusat Statistik (BPS). 

Dari tabel tersebut terlihat bahwa jumlah pendatang pada semua kota yang dikategorikan sebagai kota besar ternyata cukup banyak (diatas 150 ribu jiwa). Daerah-daerah di sekitar Kota Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Yogyakarta, Solo, dan Denpasar ternyata juga memiliki warga pendatang yang tinggal di perkotaan dalam jumlah yang cukup besar. Hal tersebut dikarenakan kota-kota tersebut memiliki daya tarik yang sangat tinggi bagi para pendatang jika dibandingkan dengan kota-kota besar lain. Akibatnya, para pendatang pun cukup banyak yang tinggal di daerah-daerah sekitar kota-kota tersebut karena keterbatasan lahan untuk permukiman di pusat kota.
Besarnya pendatang di sekitar Kota Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan dikarenakan kota-kota tersebut pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonominya sangat pesat. Selain itu, keempat kota tersebut juga merupakan empat kota terbesar di Indonesia. Besarnya pendatang di sekitar Kota Yogyakarta, Solo, dan Denpasar dikarenakan ketiga kota tersebut berfungsi sebagai kota pendidikan, kebudayaan, dan pariwisata dalam skala internasional.
Selain itu, sebagian besar ibukota provinsi di Indonesia juga menjadi lokasi yang cukup banyak dituju oleh para pendatang. Hal tersebut dikarenakan ibukota provinsi merupakan pusat dari  kegiatan pemerintahan, perekonomian, dan pelayanan jasa dalam skala provinsi.
Dari hal tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa semua kota besar di Indonesia mengalami fenomena urbanisasi. 

2. Faktor Utama Terjadinya Fenomena Urbanisasi di Indonesia 
Adapun faktor utama terjadinya fenomena urbanisasi yang dialami oleh kota-kota besar di Indonesia antara lain:
a.  Kesalahan para perencana pembangunan
Menurut Damanik (2003), fenomena urbanisasi yang dialami oleh kota-kota besar di Indonesia adalah kesalahan dari para perencana pembangunan yang lebih banyak mengonsentrasikan pembangunan ekonomi pada kawasan perkotaan daripada pengembangan sektor pertanian di pedesaan, dengan alasan pembangunan ekonomi perkotaan mampu memajukan perekonomian negara. Padahal, masyarakat di Indonesia masih bergantung pada sektor pertanian. Selain itu, kualitas sumber daya manusianya masih rendah sehingga tidak mampu terserap oleh lapangan pekerjaan yang ada di perkotaan. Lapangan pekerjaan di kawasan perkotaan juga menggunakan teknologi tinggi dan hanya membutuhkan sedikit tenaga kerja. Akibatnya, sektor pertanian menjadi kurang berkembang. Dan membuat cukup banyak warga pedesaan yang berhasrat untuk pindah ke kota-kota besar demi mendapatkan penghasilan yang lebih baik.
b.  Sarana dan Prasarana yang Lebih Lengkap
Penyebab lain yang menyebabkan tingginya laju urbanisasi di negara berkembang adalah sarana dan prasarana di kota-kota besar yang lebih lengkap daripada di pedesaan dan kota-kota kecil. Dengan berhijrah ke kota besar, masyarakat tak perlu lagi pergi jauh untuk mendapatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang memadai. Selain itu, masyarakat juga bisa mendapatkan kebutuhan sehari-hari dengan mutu yang memadai serta mendapatkan sarana hiburan yang memuaskan dengan jarak dan waktu tempuh yang cukup singkat.
Pembangunan sarana dan prasarana di kota-kota besar yang sangat lengkap menyebabkan dominasi kota-kota besar terhadap kota-kota kecil dan sedang, yang pada akhirnya, kota-kota kecil dan sedang hanya berfungsi sebagai kota penyangga bagi kota-kota besar. Hal tersebut menakibatkan sulitnya kota-kota kecil dan sedang bersaing dengan kota-kota besar dalam hal penyediaan sarana dan prasarana yang memadai bagi warganya.
c.   Pengaruh dari Orang Lain dan Media Massa
Urbanisasi di Indonesia paling banyak terjadi setelah musim lebaran, dimana para pendatang yang mudik pada saat lebaran, mengajak sanak keluarga atau tetangganya di kampung halaman untuk ikut berhijrah ke kota besar. Selain itu, para pemudik biasanya menceritakan kehidupan di kota-kota besar. Ketika ke kampung halaman, para pemudik juga kerap membawa oleh-oleh berupa uang yang banyak dan barang yang bagus, sehingga membuat banyak masyarakat perdesaan dan kota-kota kecil semakin tertarik untuk hijrah ke kota-kota besar.
Media massa ternyata juga turut andil dalam pembentukan citra masyarakat mengenai kota-kota besar. Beberapa tayangan televisi cukup banyak menayangkan kehidupan di kota-kota besar yang penuh dengan gemerlap dan kemewahan, sehingga membuat citra kota-kota besar sebagai kota yang penuh dengan kemewahan dan kegemerlapan tertancap dalam benak masyarakat.
d.  Lahan Pertanian yang Semakin Sempit
Bertambahnya penduduk (terutama di Pulau Jawa) ternyata membuat semakin besar kebutuhan masyarakat terhadap penggunaan lahan. Termasuk lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian. Dengan semakin bertambahnya penduduk, sedangkan lahan yang tersedia terbatas, maka luas lahan pertanian yang digarap per orang pun menjadi semakin sedikit.
Idealnya, satu orang menggarap sawah seluas 2 hektar. Namun, pada kenyataannya, di Pulau Jawa, satu orang rata-rata hanya menggarap lahan seluas 0,2 hektar, sehingga hasil yang didapatkan pun juga sedikit. 

3. Dampak Urbanisasi 
Sejatinya fenomena urbanisasi tidak menjadi masalah serius jika seandainya pertambahan penduduk di kota-kota besar sejalan dengan pertumbuhan ekonomi serta peningkatan jumlah sarana dan prasarana perkotaan. Namun, sebagaimana yang telah dijelaskan di awal, karena pertambahan jumlah penduduk perkotaan tak sebanding perkembangan ekonomi dan sarana prasarana, maka yang terjadi adalah urbanisasi yang menimbulkan lebih banyak dampak negatif daripada dampak positif. Adapun dampak negatif urbanisasi di Indonesia (dan di negara berkembang pada umumnya), antara lain:
1.  Kemacetan Lalu Lintas
Pertumbuhan jumlah kendaraan yang sangat cepat (yang diakibatkan oleh semakin bertambahnya jumlah penduduk di kota-kota besar) dan lambatnya pertambahan infrastruktur jalan dan kendaraan umum, membuat arus lalu lintas semakin padat. Terutama ketika masyarakat mulai berangkat kerja dan sekolah pada saat pagi hari dan saat pulang dari aktivitas tersebut ketika sore dan malam hari. Apalagi kendaraan yang melaju pun tidak hanya berasal dari dalam kota tetapi juga dari daerah-daerah di sekitarnya yang hendak beraktivitas di kota-kota besar, sehingga semakin memperparah kemacetan lalu lintas yang ada.
2.  Bertambahnya Polusi
Meningkatnya laju urbanisasi juga berakibat pada meningkatnya polusi. Antara lain polusi udara, air, tanah, cahaya, dan suara. Polusi udara, cahaya, dan suara disebabkan oleh tingginya volume kendaraan yang melaju di kota-kota besar, yang mana sebagian dari kendaraan tersebut merupakan kendaraan yang dimiliki oleh para pendatang. Polusi juga berasal dari sampah rumah tangga, industri, bangunan komersial, maupun perkantoran. Baik sampah-sampah yang langsung dibuang ke selokan dan sungai maupun sampah yang ada di tempat pembuangan akhir. Ada pula polusi cahaya yang berasal dari sinar lampu jalan dan papan iklan.
Ada beberapa dampak yang ditimbulkan dari polusi-polusi tersebut. Dampak kesehatan yang dirasakan oleh manusia antara lain: gangguan pernafasan, penyakit kulit, mengganggu tidur, kerusakan otak, kerusakan ginjal, dan gangguan pendengaran. Sedangkan dampaknya bagi lingkungan antara lain: mengurangi kualitas air tanah dan permukaan, merusak struktur bangunan, mengganggu kehidupan hewan dan tumbuhan, peningkatan suhu bumi, merusak lapisan ozon, perubahan iklim, merusak ekosistem, menimbulkan bencana alam (banjir, tanah longsor, erosi, kekeringan), serta penurunan hasil tangkapan para nelayan dan penurunan kualitas pertanian. Polusi (yang diakibatkan oleh polusi cahaya) juga menyebabkan terbatasnya daya pandang terhadap objek-objek di luar angkasa.
3.  Sulitnya Memperoleh Pekerjaan
Derasnya arus urbanisasi yang tak diimbangi dengan kemampuan kota besar  dalam menyediakan lapangan pekerjaan formal serta keahlian para pendatang itu sendiri, membuat sebagian pendatang cukup kesulitan dalam memperoleh pekerjaan yang layak. Sehingga sebagian dari mereka menganggur dan yang lainnya hanya bisa memperoleh pekerjaan nonformal dengan penghasilan yang tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari. Seperti tukang becak, pembantu rumah tangga, pedagang asongan, pedagang kaki lima, pengemis, pengamen, pemulung, gelandangan, dan lain-lain. Bahkan, tak sedikit dari mereka yang melakukan tindak kriminal yang meresahkan masyarakat. Seperti pencopetan, pencurian, dan perampokan.
4.  Berkurangnya Lahan untuk Ruang Terbuka Hijau
Para pendatang ke kota-kota besar ternyata cukup banyak yang mendirikan bangunan-bangunan di pusat kota. Karena sangat banyaknya bangunan yang ada, membuat lahan di pusat kota semakin terbatas sehingga lahan yang digunakan untuk ruang terbuka hijau pun semakin sedikit, bahkan tidak ada sama sekali. Padahal, ruang terbuka hijau sangat berperan dalam menjaga keseimbangan alam di perkotaan. Berbagai macam polusi bisa diredam oleh tanaman-tanaman yang ada. Selain itu, ruang terbuka hijau juga bisa menjadi sarana rekreasi, ajang bersosialisasi, mengurangi penat dan stres, menyejukkan suhu udara, serta mempercantik pemandangan kota.
Selain berdampak negatif, fenomena urbanisasi di Indonesia memiliki dampak positif, antara lain:
a.       Kebudayaan Daerah Asal Semakin Dikenal oleh Masyarakat Luas
Masyarakat yang merantau ke kota-kota besar masing-masing membawa berbagai macam kebudayaan. Termasuk kuliner maupun cinderamata khasnya. Apabila para perantau di kota besar tersebut menjual kuliner dan cinderamata khas daerah asalnya, bukan tidak mungkin masyarakat luas akan semakin mengenal daerah tersebut.
b.      Mengubah Cara Berpikir Masyarakat
Sisi positif urbanisasi di Indonesia lainnya yaitu mengubah cara berpikir masyarakat. Yang mana, masyarakat pedesaan dalam bertingkah laku dan mengambil tindakan selama ini, biasanya lebih didasarkan pada nilai dan norma yang berlaku di pedesaan. Masyarakat pedesaan yang merantau ke kota-kota besar, dalam mengambil tindakan dan bertingkah laku, akan lebih banyak didasarkan pada rasio (logika). 

4. Solusi
Berikut adalah beberapa solusi yang bisa diterapkan untuk mengurangi dampak negatif dari urbanisasi, antara lain:
1. Menerapkan Konsep Smart City
Derasnya arus urbanisasi di kota-kota besar selain berdampak positif juga berdampak negatif. Menurut Profesor Suhono, dibutuhkan penataan kota yang bersifat smart untuk menangani dampak negatif dari arus urbanisasi. Konsep smart city menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi  (TIK) dalam menata pembangunan dalam suatu kota. Setiap sudut kota akan dipasang sensor dengan menggunakan teknologi broadband, dan laporan mengenai kondisi kota akan langsung diketahui, sehingga pemimpin kota tidak perlu blusukan dan pemimpin kota juga langsung dapat mengambil keputusan. Data mengenai situasi kota juga disimpan di internet sehingga masyarakat bisa mengetahuinya.

2. Melakukan Operasi Yustisi
Salah satu upaya untuk mengurangi dampak negatif urbanisasi adalah dengan cara mengadakan operasi yustisi. Operasi yustisi biasanya dilakukan oleh pemerintah kota pada saat usai idul fitri. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) serta pengurus RT dan RW mendatangi rumah-rumah warga untuk menanyakan KTP dari para warga. Mereka yang tidak memiliki KTP kota tersebut atau KTP musiman dapat dikenakan sanksi pidana. Selain itu, operasi yustisi juga dilakukan dengan cara mempersulit surat izin pindah.
3. Mengadakan Program Transmigrasi
Salah satu cara untuk mengatasi dampak negatif urbanisasi adalah memindahkan penduduk ke daerah-daerah yang belum padat penduduk. Daerah yang belum padat penduduk selama ini masih banyak lahan yang belum digunakan dan juga belum banyak potensi sumber daya alam yang dieksplorasi. Dengan demikian, keinginan masyarakat untuk pindah ke kota besar akan berkurang serta permasalahan keterbatasan lahan di sebagian besar kota besar dan problem kemiskinan akan segera teratasi.
4. Pemberdayaan Masyarakat Desa
Program pemberdayaan masyarakat desa juga termasuk salah satu upaya untuk mengurangi laju urbanisasi. Program tersebut sesungguhnya telah dilakukan oleh pemerintah saat ini, salah satu contohnya adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan). PNPM Mandiri Perdesaan diresmikan pada tahun 2007 dan menjadi program pemberdayaan masyarakat terbesar di tanah air. Sasaran dari program tersebut adalah masyarakat miskin di pedesaan. Pembiayaannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan dana pinjaman/hibah dari luar negeri. Dampak dari adanya program pemberdayaan masyarakat desa antara lain: kesempatan usaha dan lapangan pekerjaan di perdesaan semakin luas; belanja rumah tangga di perdesaan semakin meningkat; akses menuju ke kota, pusat pelayanan jasa, dan sumber air bersih semakin mudah; serta kaum perempuan semakin berdaya sehingga laju urbanisasi bisa ditekan.
5. Mempercepat Pembangunan Desa
Salah satu cara untuk mengurangi dampak negatif urbanisasi adalah dengan mempercepat pembangunan di desa. Tujuannya, agar pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat bisa dirasakan manfaatnya. Salah satu upaya agar pembangunan di desa lebih cepat adalah memberikan kewenangan lebih kepada pemerintah desa dalam mengurusi keuangan. Upaya tersebut sesungguhnya telah dilakukan oleh pemerintah sebagaimana dalam Undang-Undang tentang Desa yang disahkan pada tanggal 18 Desember 2013. 
Urbanisasi merupakan fenomena yang terjadi di hampir seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia. Fenomena urbanisasi di Indonesia terjadi ketika penduduk yang masuk ke kota-kota besar sangat banyak dan tidak mampu mengimbangi pertumbuhan ekonomi serta kemampuan suatu kota dalam menyediakan lapangan pekerjaan dan sarana prasarana.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2010, jumlah penduduk migran di semua kota-kota besar dan daerah penyangganya ternyata cukup banyak. Hal tersebut mengindikasikan bahwa fenomena urbanisasi telah dialami oleh semua kota-kota besar di Indonesia.
Adapun beberapa penyebab dari fenomena urbanisasi di Indonesia antara lain: kesalahan para perencana pembangunan (yang lebih banyak mengonsentrasikan pembangunan ekonomi di kawasan perkotaan daripada pengembangan sektor pertanian di pedesaan), sarana dan prasarana yang lebih lengkap, perngaruh dari orang lain dan media massa, serta lahan pertanian yang semakin sempit.
Fenomena urbanisasi yang terjadi di Indonesia (dan di negara berkembang pada umumnya) dapat menimbulkan beberapa dampak negatif. Meski demikian, terdapat pula dampak positif yang terjadi. 

Sumber :

Jumat, 25 Desember 2015

Perbedaan Kedudukan di Masyarakat

Tema : Pelapisan sosial dan persamaan derajat
 
Suatu masyarakat memiliki beberapa criteria dan ukuran tertentu yang menempatkan suatu kedudukan lebih tinggi dari hal-hal lain. Fenomena tersebut menimbulkan lapisan masyarakat yang membedakan kedudukan seseorang di kelompok sosial. Hal tersebut dikatakan sebagai stratifikasi sosial, yang ada di dalam masyarakat dan berlangsung sangat pesat. Semua masyarakat berhak untuk mengisi kedudukan-kedudukan yang ada di masyarakat sesuai dengan apa yang mereka inginkan.

Definisi Stratifikasi sosial adalah pembedaan masyarakat dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah. Stratifikasi sosial berasal dari bahasa Latin, yakni “stratum” yang berarti tingkatan dan “socius" yang berarti teman atau masyarakat.

Secara harfiah stratifikasi sosial adalah tingkatan yang ada di dalam masyarakat.  Terbentuknya stratifikasi sosial merupakan hasil dari kebiasaan manusia berhubungan antara satu dengan yang lalin secara teratur dan tersusun, baik secara perorangan maupun kelompok.
Faktor faktor yang mempengaruhi stratifikasi sosial
  1. Kekayaan
  2. Kekuasaan (power)
  3. Kehormatan/kebangsawanan
  4. Pendidikan
Contoh Stratifikasi Sosial
Berikut ini adalah contoh kasus stratifikasi sosial
  1. Kalangan atas menggunakan busana sebagai mode/hiasan, sedang kalangan bawah menggunakan busana sebagai media penjaga tubuh dari iklim.
  2. Dalam budaya jawa, kalangan atas menggunakan bahasa "ngoko" dengan kelas dibawahnya, sedangkan kalangan bawah menggunakan bahasa "kromo inggil" kepada kalangan atas.
  3. Seorang tentara akan memberikan hormat pada tentara yang pangkatnya lebih tinggi
  4. Pemberian gelar pada masyarakat. Contohnya gelar kolonel untuk tentara.
  5. Seragam yang dipakai oleh jendereal dan seagam yang dipakai oleh kopral berbeda, karena kedudukannya.
  6. Masyarakat kelas atas membangun rumah besar dan mewah, sedangkan kelas bawah membangun rumah sesuai kemampuan ekonominya
  7. Masyarakat atas cenerung berekreaksi ke luar negeri, sementara kelas menengah dan bawah akan berekreasi keluar kota, luar pulau, atau disekitar pemukiman.
  8. Masyarakat atas cenderung  mengkonsumsi masakan Eropa dan Amerika. Sedangkan kelas bawah memilih masakan tradisional.

Perbedaan kelas sosial menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku individu dan kelompok uang berada di dalamnya. Perbedaan perilaku tersebut meliputi hal hal sebagai berikuti ini :
 
Perbedaan dalam berbusana dan perlengkapan rumah tangga
Dalam berbusana, baik pria ataupun wanita dari kelas atas akan mengacu pada karya para perancang mode terkenal dan bahan bahan dasar yang berkualitas tinggi. Sedangkan bagi kebanyakan pria dan wanita dari kalangan bawah cukup dengan busana yang dijual di pasar pasar tradisional.

Bagi masyarakat kelas atas, busana tidak sekadar menjadi media penjaga tubuh dari iklim, tetapi juga dipandang sebagai mode dan hiasan sehingga termasuk dalam kebutuhan integratif. Demikian halnya dengan perlengkapan rumah tangga. Lapisan menengah kebawah, cenderung memakai peralatan yang sederhana dan tidak terlalu canggih.

Perbedaan dalam pemakaian bahasa dan gaya bicara
Banyak kita jumpai didalam kehidupan sehari hari dikalangan keluarga menengah, seotarng pembantu rumah tangga menyapa majikan dengan kata “Bapak”, “Tuan”, dan lain sebagainya. Sapaan seperti ini menunjukkan adanya suatu kedudukan yang tidak seimbang. Selain dengan cara cara menyapa diatas, masih terdapat perbedaan gaya bicara khsusunya penggunaakn dengan istilah asing.

Didalam kebudayaan Jawa, orang yang memiliki status sosial tinggi menggunakan bahasa “ngoko” dalam percakapan dengan kelompok kelas dibawahnya. Sedang orang yang status sosialnya rendah menggunakan bahasa “kromo” atau “kromo inggil” dalam percakapan dengan orang yang status, sosial diatasnya.
Perbedaan dalam pola komunikasi nonverbal

Pernahkan kalian melihat seorang pembantu yang menerima instruksi atau sedang dimarahi oleh majikannya? Biasanya tampak sekali pola gerak anggota badan (bahasa non verbal) yang digunakannya menunjukkan kelas atau kedudukan yang sepadang dengan kekuasaannya. Bentuk lain dari pola komunikasi nonverbal adalah seorang tentara yang memberikan hormat pada tentara yang pangkatnya lebih tinggi.

Penyebutan gelar, pangkat, atau jabatan
Gelar, pangkat, atau jabatan dapat diperoleh secara otomatis ataupun dengan usaha sendiri. Gelar menunjukkan perilaku seseorang dalam kehidupan sehari hari kaitannya dengan stratifikasi dosial dalam masyarakat. Misalnya kolonel (pangkat tentara), S.Pd (gelar akademik), Sultan(gelar bangsawan). Sedangkan untuk jabatan misalnya direktur utama, manajer, presiden komisaris dan lain sebagainya.

Perbedaan seragam yang dipakai
Didalam dunia kerja, seragam merupakan bentuk pengesahan terhadap status sosial seseorang. Misalnya perbedaan seragam yang dipakai seorang jenderal dengan seragam yang dipakai seorang kopral menunjukkan perbedaan kelas kelas social dari orang orang yang memakainya.

Seragam yang dimaksud tidak harus berupa baju yang sama persis, tetapi lebih kepada tipe atau gaya berpakaian yang biasa dikenakan oleh orang orang yang berada pada masing masing tingkat profesi.

Perbedaan tipe dan letak tempat tinggal
Di kota kota tertentu terdapat pengelompokkan tempat tinggal orang orang dengan tingkat ekonomi pula. Masyarakat kelas menengah atas biasanya membangun rumah bertipe besar dan mewah serta lokasi yang sangat strategis yang pada akhirnya membentuk sebuah kwasan elite sebagai suatu simbol status sosialnya.

Perumahan di kawasan tersebut selain besar, mewah lingkungannya juga dibuat indah sehingga tampak asri dan sejuk sesuai dengan kebutuhan daripada kalangan menengah atas yang menghuninya.

Perbedaan kegiatan rekreasi, olahraga dan kegemaran
Pada saat liburan, hampir semua keluarga memerlukan suatu kegiatan rekreasi, tentunya daerah yang akan dituju sangat beragam.

Masyarakat kelas atas biasanya cenderung akan verekreasi ke luar negeri, sementara kelas menengah akan berekreasi keluar kota atau keluar pulau, sedang orang dari kelas bawah akan berekreasi disekitar pemukiman. Begitu pula dalam memilih jenis olahraga dari kalangan ekonomi atas, ekonomi menengah, ekonomi bawah juga berbeda.

Perbedaan selera makan
Di Indonesia banyak kalangan kelas atas cenderung mengkonsumsi masakan Eropa, Amerika ataupun Asia Timur. Sedangkan masyarakat kelas bawah walaupun dengan bahan dasar yang sama dari daging ayam atau sapi lebih memilih masakan tradisional.

Seiring dengan perkembangan zaman dan bertambahnya penghasilan, kelompok masyarakat kelas menengah ke atas kedudukan “gado gado” akan tergeser oleh keberadaan “Kentucky Fried Chicken”.

Dengan adanya stratifikasi sosial yang terjadi pada masyarakat hendaknya kita menyikapinya dengan positif dan melaksanakan tugas/peranan sosial kita yang telah diberikan dengan baik. Sebab dengan adanya pembagian tugas (peranan) tersebut suatu pekerjaan/tugas yang kompleks yang kiranya tidak akan mampu dikerjakan sendiri akan berhasil dengan baik karena dikerjakan oleh masing-masing individu sebagai ahlinya. Karena kita ingat lagi pada haikatnya manusia adalah makhuk sosial yang tidak dapat memenuhi segala kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain.

Sumber :