Urbanisasi
merupakan fenomena perpindahan penduduk dari desa atau kota kecil ke kota
besar. Urbanisasi juga bisa dimaknai sebagai perubahan sifat suatu tempat dari
suasana atau cara hidup desa ke suasana kota. Urbanisasi terjadi hampir di
seluruh belahan bumi, baik di negara maju maupun negara berkembang, tak
terkecuali di Indonesia.
Latar
belakang fenomena urbanisasi di negara-negara maju ternyata cukup berbeda
dengan yang ada di negara-negara berkembang. Di negara maju, urbanisasi terjadi
sejak adanya industrialisasi. Perkembangan suatu kota juga sangat dipengaruhi
oleh perkembangan ekonomi di kota tersebut. Selain itu, pertumbuhan penduduk di
suatu kota sangat lambat dan juga beriringan dengan perkembangan ekonomi dan
pertambahan sarana prasarana di kota tersebut, sehingga pembangunan yang ada
bisa terencana dengan matang serta sarana dan prasarana yang ada pun mampu
melayani kebutuhan seluruh penduduk kota. Lain halnya yang terjadi di negara
berkembang, termasuk di Indonesia. Fenomena urbanisasi baru terjadi setelah
perang dunia ke-2. Laju urbanisasi tidak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi
dan pembangunan sarana prasarana perkotaan.
Menurut
teori kependudukan yang diperkenalkan oleh Malthus pada tahun 1948, Pertumbuhan
penduduk diibaratkan mengikuti deret ukur, sedangkan laju pertumbuhan bahan
pangan mengikuti deret hitung. Hal tersebut juga mirip dengan fenomena
urbanisasi di negara berkembang. Jumlah penduduk yang masuk ke kota besar
diibaratkan mengikuti deret ukur, sedangkan pertumbuhan ekonomi serta
pembangunan sarana dan prasarana perkotaan diibaratkan mengikuti deret hitung, sehingga
fenomena urbanisasi lebih banyak menghasilkan mudarat ketimbang manfaat.
Terdapat
hal yang cukup menarik dan unik dalam fenomena urbanisasi di Indonesia.
Masyarakat cukup banyak yang berbondong-bondong untuk berhijrah ke kota-kota
besar ketika idul fitri telah usai. Mereka pun kembali berbondong-bondong untuk
kembali ke daerahnya masing-masing saat menjelang idul fitri. Akibatnya, kota
besar seperti Jakarta pada saat hari biasa terlihat cukup ramai, sedangkan pada
saat hari raya idul fitri terlihat sangat sepi.
1. Fenomena Urbanisasi
di Indonesia
Fenomena
urbanisasi di Indonesia dapat dijelaskan melalui tabel tentang jumlah pendatang
di kawasan perkotaan pada masing-masing kabupaten/kota di bawah ini. Jumlah
pendatang di kawasan perkotaan pada suatu daerah dihitung berdasarkan jumlah
penduduk perkotaan di suatu daerah yang tempat lahirnya bukan di daerah
tersebut.
Sumber: Diolah dari data hasil sensus penduduk 2010, Badan
Pusat Statistik (BPS).
Dari tabel
tersebut terlihat bahwa jumlah pendatang pada semua kota yang dikategorikan
sebagai kota besar ternyata cukup banyak (diatas 150 ribu jiwa). Daerah-daerah
di sekitar Kota Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Yogyakarta, Solo, dan
Denpasar ternyata juga memiliki warga pendatang yang tinggal di perkotaan dalam
jumlah yang cukup besar. Hal tersebut dikarenakan kota-kota tersebut memiliki
daya tarik yang sangat tinggi bagi para pendatang jika dibandingkan dengan
kota-kota besar lain. Akibatnya, para pendatang pun cukup banyak yang tinggal di
daerah-daerah sekitar kota-kota tersebut karena keterbatasan lahan untuk
permukiman di pusat kota.
Besarnya
pendatang di sekitar Kota Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan dikarenakan
kota-kota tersebut pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonominya sangat
pesat. Selain itu, keempat kota tersebut juga merupakan empat kota terbesar di
Indonesia. Besarnya pendatang di sekitar Kota Yogyakarta, Solo, dan Denpasar
dikarenakan ketiga kota tersebut berfungsi sebagai kota pendidikan, kebudayaan,
dan pariwisata dalam skala internasional.
Selain
itu, sebagian besar ibukota provinsi di Indonesia juga menjadi lokasi yang
cukup banyak dituju oleh para pendatang. Hal tersebut dikarenakan ibukota
provinsi merupakan pusat dari kegiatan pemerintahan, perekonomian, dan
pelayanan jasa dalam skala provinsi.
Dari hal
tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa semua kota besar di Indonesia mengalami
fenomena urbanisasi.
2. Faktor Utama Terjadinya Fenomena
Urbanisasi di Indonesia
Adapun
faktor utama terjadinya fenomena urbanisasi yang dialami oleh kota-kota besar
di Indonesia antara lain:
a. Kesalahan para perencana pembangunan
Menurut
Damanik (2003), fenomena urbanisasi yang dialami oleh kota-kota besar di
Indonesia adalah kesalahan dari para perencana pembangunan yang lebih banyak
mengonsentrasikan pembangunan ekonomi pada kawasan perkotaan daripada
pengembangan sektor pertanian di pedesaan, dengan alasan pembangunan ekonomi
perkotaan mampu memajukan perekonomian negara. Padahal, masyarakat di Indonesia
masih bergantung pada sektor pertanian. Selain itu, kualitas sumber daya
manusianya masih rendah sehingga tidak mampu terserap oleh lapangan pekerjaan
yang ada di perkotaan. Lapangan pekerjaan di kawasan perkotaan juga menggunakan
teknologi tinggi dan hanya membutuhkan sedikit tenaga kerja. Akibatnya, sektor
pertanian menjadi kurang berkembang. Dan membuat cukup banyak warga pedesaan
yang berhasrat untuk pindah ke kota-kota besar demi mendapatkan penghasilan
yang lebih baik.
b. Sarana dan Prasarana yang Lebih
Lengkap
Penyebab
lain yang menyebabkan tingginya laju urbanisasi di negara berkembang adalah
sarana dan prasarana di kota-kota besar yang lebih lengkap daripada di pedesaan
dan kota-kota kecil. Dengan berhijrah ke kota besar, masyarakat tak perlu lagi
pergi jauh untuk mendapatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang memadai.
Selain itu, masyarakat juga bisa mendapatkan kebutuhan sehari-hari dengan mutu
yang memadai serta mendapatkan sarana hiburan yang memuaskan dengan jarak dan
waktu tempuh yang cukup singkat.
Pembangunan
sarana dan prasarana di kota-kota besar yang sangat lengkap menyebabkan
dominasi kota-kota besar terhadap kota-kota kecil dan sedang, yang pada
akhirnya, kota-kota kecil dan sedang hanya berfungsi sebagai kota penyangga
bagi kota-kota besar. Hal tersebut menakibatkan sulitnya kota-kota kecil dan
sedang bersaing dengan kota-kota besar dalam hal penyediaan sarana dan
prasarana yang memadai bagi warganya.
c. Pengaruh dari Orang Lain dan Media
Massa
Urbanisasi
di Indonesia paling banyak terjadi setelah musim lebaran, dimana para pendatang
yang mudik pada saat lebaran, mengajak sanak keluarga atau tetangganya di
kampung halaman untuk ikut berhijrah ke kota besar. Selain itu, para pemudik
biasanya menceritakan kehidupan di kota-kota besar. Ketika ke kampung halaman,
para pemudik juga kerap membawa oleh-oleh berupa uang yang banyak dan barang
yang bagus, sehingga membuat banyak masyarakat perdesaan dan kota-kota kecil
semakin tertarik untuk hijrah ke kota-kota besar.
Media
massa ternyata juga turut andil dalam pembentukan citra masyarakat mengenai
kota-kota besar. Beberapa tayangan televisi cukup banyak menayangkan kehidupan
di kota-kota besar yang penuh dengan gemerlap dan kemewahan, sehingga membuat
citra kota-kota besar sebagai kota yang penuh dengan kemewahan dan kegemerlapan
tertancap dalam benak masyarakat.
d. Lahan Pertanian yang Semakin Sempit
Bertambahnya
penduduk (terutama di Pulau Jawa) ternyata membuat semakin besar kebutuhan
masyarakat terhadap penggunaan lahan. Termasuk lahan yang digunakan untuk
kegiatan pertanian. Dengan semakin bertambahnya penduduk, sedangkan lahan yang
tersedia terbatas, maka luas lahan pertanian yang digarap per orang pun menjadi
semakin sedikit.
Idealnya,
satu orang menggarap sawah seluas 2 hektar. Namun, pada kenyataannya, di Pulau Jawa,
satu orang rata-rata hanya menggarap lahan seluas 0,2 hektar, sehingga hasil
yang didapatkan pun juga sedikit.
3. Dampak Urbanisasi
Sejatinya
fenomena urbanisasi tidak menjadi masalah serius jika seandainya pertambahan
penduduk di kota-kota besar sejalan dengan pertumbuhan ekonomi serta
peningkatan jumlah sarana dan prasarana perkotaan. Namun, sebagaimana yang
telah dijelaskan di awal, karena pertambahan jumlah penduduk perkotaan tak
sebanding perkembangan ekonomi dan sarana prasarana, maka yang terjadi adalah
urbanisasi yang menimbulkan lebih banyak dampak negatif daripada dampak
positif. Adapun dampak negatif urbanisasi di Indonesia (dan di negara
berkembang pada umumnya), antara lain:
1. Kemacetan Lalu Lintas
Pertumbuhan
jumlah kendaraan yang sangat cepat (yang diakibatkan oleh semakin bertambahnya
jumlah penduduk di kota-kota besar) dan lambatnya pertambahan infrastruktur
jalan dan kendaraan umum, membuat arus lalu lintas semakin padat. Terutama
ketika masyarakat mulai berangkat kerja dan sekolah pada saat pagi hari dan
saat pulang dari aktivitas tersebut ketika sore dan malam hari. Apalagi
kendaraan yang melaju pun tidak hanya berasal dari dalam kota tetapi juga dari
daerah-daerah di sekitarnya yang hendak beraktivitas di kota-kota besar,
sehingga semakin memperparah kemacetan lalu lintas yang ada.
2. Bertambahnya Polusi
Meningkatnya
laju urbanisasi juga berakibat pada meningkatnya polusi. Antara lain polusi
udara, air, tanah, cahaya, dan suara. Polusi udara, cahaya, dan suara
disebabkan oleh tingginya volume kendaraan yang melaju di kota-kota besar, yang
mana sebagian dari kendaraan tersebut merupakan kendaraan yang dimiliki oleh
para pendatang. Polusi juga berasal dari sampah rumah tangga, industri,
bangunan komersial, maupun perkantoran. Baik sampah-sampah yang langsung
dibuang ke selokan dan sungai maupun sampah yang ada di tempat pembuangan
akhir. Ada pula polusi cahaya yang berasal dari sinar lampu jalan dan papan
iklan.
Ada
beberapa dampak yang ditimbulkan dari polusi-polusi tersebut. Dampak kesehatan
yang dirasakan oleh manusia antara lain: gangguan pernafasan, penyakit kulit,
mengganggu tidur, kerusakan otak, kerusakan ginjal, dan gangguan pendengaran.
Sedangkan dampaknya bagi lingkungan antara lain: mengurangi kualitas air tanah
dan permukaan, merusak struktur bangunan, mengganggu kehidupan hewan dan
tumbuhan, peningkatan suhu bumi, merusak lapisan ozon, perubahan iklim, merusak
ekosistem, menimbulkan bencana alam (banjir, tanah longsor, erosi, kekeringan),
serta penurunan hasil tangkapan para nelayan dan penurunan kualitas pertanian.
Polusi (yang diakibatkan oleh polusi cahaya) juga menyebabkan terbatasnya daya
pandang terhadap objek-objek di luar angkasa.
3. Sulitnya Memperoleh Pekerjaan
Derasnya
arus urbanisasi yang tak diimbangi dengan kemampuan kota besar dalam
menyediakan lapangan pekerjaan formal serta keahlian para pendatang itu
sendiri, membuat sebagian pendatang cukup kesulitan dalam memperoleh pekerjaan
yang layak. Sehingga sebagian dari mereka menganggur dan yang lainnya hanya
bisa memperoleh pekerjaan nonformal dengan penghasilan yang tidak mampu
mencukupi kebutuhan sehari-hari. Seperti tukang becak, pembantu rumah tangga,
pedagang asongan, pedagang kaki lima, pengemis, pengamen, pemulung, gelandangan,
dan lain-lain. Bahkan, tak sedikit dari mereka yang melakukan tindak kriminal
yang meresahkan masyarakat. Seperti pencopetan, pencurian, dan perampokan.
4. Berkurangnya Lahan untuk Ruang
Terbuka Hijau
Para
pendatang ke kota-kota besar ternyata cukup banyak yang mendirikan
bangunan-bangunan di pusat kota. Karena sangat banyaknya bangunan yang ada,
membuat lahan di pusat kota semakin terbatas sehingga lahan yang digunakan
untuk ruang terbuka hijau pun semakin sedikit, bahkan tidak ada sama sekali. Padahal,
ruang terbuka hijau sangat berperan dalam menjaga keseimbangan alam di
perkotaan. Berbagai macam polusi bisa diredam oleh tanaman-tanaman yang ada.
Selain itu, ruang terbuka hijau juga bisa menjadi sarana rekreasi, ajang
bersosialisasi, mengurangi penat dan stres, menyejukkan suhu udara, serta
mempercantik pemandangan kota.
Selain
berdampak negatif, fenomena urbanisasi di Indonesia memiliki dampak positif,
antara lain:
a. Kebudayaan Daerah Asal Semakin
Dikenal oleh Masyarakat Luas
Masyarakat
yang merantau ke kota-kota besar masing-masing membawa berbagai macam
kebudayaan. Termasuk kuliner maupun cinderamata khasnya. Apabila para perantau
di kota besar tersebut menjual kuliner dan cinderamata khas daerah asalnya,
bukan tidak mungkin masyarakat luas akan semakin mengenal daerah tersebut.
b. Mengubah Cara Berpikir Masyarakat
Sisi
positif urbanisasi di Indonesia lainnya yaitu mengubah cara berpikir
masyarakat. Yang mana, masyarakat pedesaan dalam bertingkah laku dan mengambil
tindakan selama ini, biasanya lebih didasarkan pada nilai dan norma yang
berlaku di pedesaan. Masyarakat pedesaan yang merantau ke kota-kota besar,
dalam mengambil tindakan dan bertingkah laku, akan lebih banyak didasarkan pada
rasio (logika).
4. Solusi
Berikut
adalah beberapa solusi yang bisa diterapkan untuk mengurangi dampak negatif
dari urbanisasi, antara lain:
1.
Menerapkan Konsep Smart City
Derasnya
arus urbanisasi di kota-kota besar selain berdampak positif juga berdampak
negatif. Menurut Profesor Suhono, dibutuhkan penataan kota yang bersifat smart
untuk menangani dampak negatif dari arus urbanisasi. Konsep smart city
menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam menata
pembangunan dalam suatu kota. Setiap sudut kota akan dipasang sensor dengan
menggunakan teknologi broadband, dan laporan mengenai kondisi kota akan
langsung diketahui, sehingga pemimpin kota tidak perlu blusukan dan pemimpin
kota juga langsung dapat mengambil keputusan. Data mengenai situasi kota juga
disimpan di internet sehingga masyarakat bisa mengetahuinya.
2. Melakukan Operasi Yustisi
Salah satu
upaya untuk mengurangi dampak negatif urbanisasi adalah dengan cara mengadakan
operasi yustisi. Operasi yustisi biasanya dilakukan oleh pemerintah kota pada
saat usai idul fitri. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) serta pengurus RT
dan RW mendatangi rumah-rumah warga untuk menanyakan KTP dari para warga.
Mereka yang tidak memiliki KTP kota tersebut atau KTP musiman dapat dikenakan
sanksi pidana. Selain itu, operasi yustisi juga dilakukan dengan cara
mempersulit surat izin pindah.
3. Mengadakan Program Transmigrasi
Salah satu
cara untuk mengatasi dampak negatif urbanisasi adalah memindahkan penduduk ke
daerah-daerah yang belum padat penduduk. Daerah yang belum padat penduduk
selama ini masih banyak lahan yang belum digunakan dan juga belum banyak
potensi sumber daya alam yang dieksplorasi. Dengan demikian, keinginan
masyarakat untuk pindah ke kota besar akan berkurang serta permasalahan
keterbatasan lahan di sebagian besar kota besar dan problem kemiskinan akan
segera teratasi.
4. Pemberdayaan Masyarakat Desa
Program
pemberdayaan masyarakat desa juga termasuk salah satu upaya untuk mengurangi
laju urbanisasi. Program tersebut sesungguhnya telah dilakukan oleh pemerintah
saat ini, salah satu contohnya adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri Perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan). PNPM Mandiri Perdesaan diresmikan
pada tahun 2007 dan menjadi program pemberdayaan masyarakat terbesar di tanah
air. Sasaran dari program tersebut adalah masyarakat miskin di pedesaan.
Pembiayaannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan dana pinjaman/hibah dari
luar negeri. Dampak dari adanya program pemberdayaan masyarakat desa antara
lain: kesempatan usaha dan lapangan pekerjaan di perdesaan semakin luas;
belanja rumah tangga di perdesaan semakin meningkat; akses menuju ke kota,
pusat pelayanan jasa, dan sumber air bersih semakin mudah; serta kaum perempuan
semakin berdaya sehingga laju urbanisasi bisa ditekan.
5. Mempercepat Pembangunan Desa
Salah satu
cara untuk mengurangi dampak negatif urbanisasi adalah dengan mempercepat
pembangunan di desa. Tujuannya, agar pembangunan infrastruktur dan
kesejahteraan masyarakat bisa dirasakan manfaatnya. Salah satu upaya agar
pembangunan di desa lebih cepat adalah memberikan kewenangan lebih kepada
pemerintah desa dalam mengurusi keuangan. Upaya tersebut sesungguhnya telah
dilakukan oleh pemerintah sebagaimana dalam Undang-Undang tentang Desa yang
disahkan pada tanggal 18 Desember 2013.
Urbanisasi
merupakan fenomena yang terjadi di hampir seluruh belahan dunia, termasuk
Indonesia. Fenomena urbanisasi di Indonesia terjadi ketika penduduk yang masuk
ke kota-kota besar sangat banyak dan tidak mampu mengimbangi pertumbuhan
ekonomi serta kemampuan suatu kota dalam menyediakan lapangan pekerjaan dan
sarana prasarana.
Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik tahun 2010, jumlah penduduk migran di semua
kota-kota besar dan daerah penyangganya ternyata cukup banyak. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa fenomena urbanisasi telah dialami oleh semua kota-kota
besar di Indonesia.
Adapun
beberapa penyebab dari fenomena urbanisasi di Indonesia antara lain: kesalahan
para perencana pembangunan (yang lebih banyak mengonsentrasikan pembangunan
ekonomi di kawasan perkotaan daripada pengembangan sektor pertanian di
pedesaan), sarana dan prasarana yang lebih lengkap, perngaruh dari orang lain
dan media massa, serta lahan pertanian yang semakin sempit.
Fenomena
urbanisasi yang terjadi di Indonesia (dan di negara berkembang pada umumnya)
dapat menimbulkan beberapa dampak negatif. Meski demikian, terdapat pula dampak
positif yang terjadi.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar